Arungi Bahtera Cinta dengan Ilmu



Kunasihatkan kepada saudara-saudariku yang akan menyempurnakan separuh agamanya. Pernikahan bukanlah terletak dari mewahnya acara, makanan yang lezat seperti yang nampak di akhir zaman ini. Pernikahan adalah bentuk rahmat Alloh terhadap hamba-Nya dengan disatukannya dua hati, perbedaan prinsip, dan beragamnya prilaku.

Ketika pernikahan menjadi ajang foya-foya, menghambur-hamburkan harta maka bentuk pernikahan seperti ini adalah dilarang dalam islam. Kita lihat pada sebagian umat islam tatkala mengadakan acarawalimah, makanan terbuang begitu saja, iringan musik menggema, serta mempelai pria dam wanita (berhias berlebihan) dipajang dihadapan umum.

Pernikahan adalah sebuah gerbang utama untuk membangun bahtera cinta, mengarungi samudera sampai kematian menjemputnya. Tidak ada lautan tanpa ombak dan gelombang, begitu juga tidak ada rumah tangga tanpa problem. Barangsiapa yang sesumbar mengatakan bahwa rumah tangganya tanpa masalah sungguh dia telah berbohong. Jika kita membuka, membaca, dan mempelajari perjalanan Rasululloh dalam membangun biduk rumah tangga maka kita akan tahu bahwa seorang Nabi dan Rasulpun juga tak lepas dari problem rumah tangga.

Lalu bagaimana kita menyelesaikan setiap permasalahan rumah tangga?. Ketahuilah, bahwa rumah tangga yang sukses, tidaklah terletak pada terbebasnya dari masalah rumah tangga melainkan bagaimana dua insan menghadapi dan menyelesaikan masalah itu. Sesungguhnya dan patut dipahami bahwa ada dua hal yang menjadi onak duri dalam rumah tangga, yaitu harta dan ego.

Harta akan menjadi mimpi buruk bagi keduanya terutama bagi suami. Biasanya, masalah harta terletak pada istri. Karena kebutuhan terbanyak ada pada istri. Jika suami tidak bisa menyikapi masalah harta, maka bersiaplah biduk rumah tangga yang ia bangun akan karam, berakhir hanya seumur jagung. Jika istri tidak bisa menerima setiap pemberian suami, pekerjaaan dan gaji suami yang kecil maka bersiaplah dirinya akan menjadi istri yang durhaka. Kesabaran dan Qonaah dibutuhkan dalam hal ini.

Sebaliknya, ego akan menjadi hantaman godam bagi keduanya terutama bagi istri. Untuk masalah ego, biasanya terletak pada suami. Karena pria lebih kuat, ingin dihargai, ingin menjadi pemenang, ingin dilayani, dan ingin selalu berada di atas. Bersiap-siaplah bagi istri menghadapi suami bertempramental tinggi, egoisme, dan tidak mau mengalah.

Selayaknya suami bisa mengontrol emosinya tatkala ia marah tidak ringan tangan, ingat bahwa istri lebih mengutamakan perasaannya ketimbang akalnya. sebaliknya ketika istri emosi maka hendaknya sang suami tidak membalasnya dengan emosi. Karena ia justru akan memperbesar masalah, ibarat kertas yang terbakar api. Api akan semakin membesar tatkala disiram dengan minyak dan akan menghanguskan seisi rumahnya. Berbeda jika api disiram dengan air atau racun api.

Oleh karena itu, keduanya memiliki peran yang sama bagaimana membangun biduk rumah tangganya. Istri harus mempelajari kodratnya sebagai istri. Melayani suami, memasak, mencuci pakaiannya, menjaga dan merawat anak-anaknya, qonaah terhadap pemberiannya, menjaga harta dan dirinya tatkala suami tidak dirumah. Berdandan hanya untuk suaminya, bukan sebaliknya. Kita saksikan, betapa banyak wanita berhias, memakai wewangian, dan berpakaian telanjang tatkala keluar rumah, sedangkan tatkala dirumah suami hanya mendapatkan sisanya. Rambut awut-awutan, pakaian ala kadarnya, badan bercampur dengan bau dapur dan keringat. Energi dan dandanannya ia habiskan untuk diluar rumah. Pelayanan terhadap suami nol besar.

Begitu juga suami harus mempelajari tugas dan kewajibannya. Memberikan kasih sayang, menafkahi keluarganya lahir batin, memberinya perlindungan, dan mengajarinya tentang agamanya.

Hanya ada satu kuncinya, yaitu ilmu. Hendaknya setiap pria dan wanita yang akan menikah, mempelajari agamanya terutama tentang seluk beluk pernikahan. Berapa banyak umat dari akhir zaman ini, tidak paham ilmu dien. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan hartanya untuk mengejar titel S1, S2 ataupun S3. tidak tergerak sama sekali di hatinya untuk menyisakan waktunya untuk mempelajari ilmu agama. Seolah-olah agama tidaklah begitu penting dan hanya mencukupkan agamanya yang ia dapat saat duduk dibangku sekolah. Itu saja…tidak lebih.

Ilmu agama harusnya lebih ia butuhkan dari makan dan minum. Jika ia tidak makan dan minum, maka dirinya masih hidup, akan tetapi jika ia tidak memiliki ilmu agama yang shohih, maka dirinya akan mati dan ia akan mempertanggungjawabkan semuanya. Sudah tahukah ia, bagaimana Rasulullloh beribadah, berwudhu’ dan sholat? Pahamkah ia bagaimana bangun dan tidurnya Nabi sampai buang hajat sekalipun?

Ingatlah, bahwa ibadah tidak akan diterima kecuali dua, niat ikhlas dan ittiba’ (sesuai dengan contoh). Cobalah anda renungkan, sudah benarkah ibadah anda selama ini? Sesuai dengan sunnah atau tidak?

Begitu juga dengan pernikahan. Bagaimana Rasululloh menjelaskan/ mengajari kita tentang pernikahan? Hanya dengan ilmu-yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits yang shohih berdasarkan pemahaman para sahabat- maka hidup dan kehidupan rumah tangganya akan berakhir dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Jika keduanya tidak bisa mengatasi dua masalah diatas dengan ilmu, bukan tidak mungkin pernikahannya hanya tinggal sebuah kenangan, sebuah nama yang tertera di surat undangan, dan diantara ingatan para tamu. Terlantarnya anak akan menjadi akibat dari masalah ini.

Sayang anak…sayang anak



Pernahkah anda lewat di sebuah pasar kemudian ada pedagang kaki lima penjual mainan anak menjajakan barang dagangannya seraya berteriak: “Sayang anak…sayang anak.”

Istilah sayang anak adalah sesuatu yang sangat lekat di benak setiap orang tua-apalagi bagi seorang ibu-, itu memang sudah fitrah dari Alloh kepada setiap orangtua terhadap anaknya. Bahkan karena sayang anak tersebutlah, banyak orang tua yang banting tulang siang malam, atau pergi jauh merantau meninggalkan kampung halamannya agar kehidupan anak-anaknya tercukupi.

Namun, saudaraku yang dirahmati Alloh…sering kali sayang anak hanya dipahami dari sisi materi. Orang tua merasa telah mewujudkan kasih sayangnya kepada anaknya, manakala dia telah memenuhi segala keinginan anaknya dari sisi materi, apalagi jika dia memiliki kemampuan untuk itu. Padahal tidak jarang, hal tersebut justru menjadi boomerang bagi masa depan anak.

saudaraku yang dirahmati Alloh, yang perlu kita pahami dengan baik adalah, bahwa sayang kita kepada anak kita adalah perhatian kita yang menyeluruh terhadap perkembangan anak kita, baik fisiknya, imannya, akhlaknya, pergaulannya, ibadahnya, dan lain sebagainya yang dia perlukan untuk masa depannya.

Karena, sayang anak yang paling pertama adalah mesti kita perhatikan perkembangan imannya. Ajarkan dia untuk mengenal Alloh dan jauhkan dia sari segala sesuatu yang dapat merusak keimanannya. Misalnya terhadap tayangan televise yang bersifat khurafat, perdukunan dll.

Perhatikan pula ibadahnya, bagaimana sholatnya, bacaan alqur’annya, dzikirnya. Kemudian perhatikan pula pergaulannya, siapa teman-temannya, kemana tempat bermainnya dll. Tentu semua itu dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan usia anak anda, tidak dengan kekerasan, tapi dengan kasih sayang.

Sayang anak tidak menghalangi kita untuk marah, jika memang pada tempatnya. Bahkan Rasululloh yang sangat sayang kepada umatnya (apalagi kepada anak kecil) mengajarkan kita untuk memukul sang anak jika pada usia sepuluh tahun belum juga melakukan sholat.

Namun di sisi lain, jangan tinggalkan belaian lembut anda, bahasa yang manis, dan senyuman yang tersungging di bibir anda atau bahkan doorprize (kejutan hadiah) yang membuat anak menjadi dekat dengan anda.

Dan jangan lupa , banyak-banyaklah berdoa untuk kebaikan mereka. Jangan sekali-kali berdoa untuk kecelakaan mereka, betapapun anda sangat marah terhadap mereka. Karena doa orang tua mujarab.

Jika anda jauh dari mereka, kasih sayang terhadap anak dapat anda wujudkan lewat pesan-pesan yang anda tulis lewat surat-surat anda, atau lewat saluran telepon atau sms. Jangan pernah bosan untuk melakukannya, walau berulang-ulang. “Tidak mempannya” nasihat anda selama ini, bukan berarti tertutup habis pintu kebaikan baginya. Ulangi lagi terus nasihat-nasihat anda dengan pendekatan yang baik dan cara-cara yang bijak. Insya Alloh semua itu akan menjadi tabungan pahala anda dan pembuka pintu hati anak anda.

Hak dan Kewajiban Istri…



Berbicara tentang hak dan kewajiban dalam keluarga memang kadang memunculkan silang sengketa. Sebenarnya sangat disayangkan bila dalam keluarga sampai terjadi sikap saling lempar tanggung jawab. Dalam kenyataannya ternyata hal demikian tidak jarang terjadi. Misalnya, untuk merapikan tempat tidur saja harus dilakukan oleh sang istri, seakan-akan seorang suami tabu untuk melakukannya.

Hal-hal “kecil” demikian bisa menjadi pemicu munculnya konflik antara suami dan istri. Kalau tidak bijak dalam menyikapi tidak mustahil berkembang menjadi perpecahan rumah tangga.

Sebenarnya bagaimana menentukan hak dan kewajiban dalam sebuah rumah tangga. Pengetahuan tentang hal ini tentu sangat bermanfaat untuk bekal dalam mengarungi lautan kehidupan dalam sebuah bahtera rumah tangga.

Berikut fatwa ulama untuk sedikit memberikan gambaran untuk menjadikan panduan dalam menentukan hak dan kewajiban SyaikhMuhammad bin Shalih al-
Utsaimin

“Tidak ada ketentuan khusus mengenai hak-hak mesti ditunaikan seorang istri menurut syariat, kembali kepada urf (kebiasaan di tengah masyarakat). Hal ini berdasarkan firman Allah , “Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa:19)

Juga firman-Nya, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al- Baqarah:228)

Apa yang menjadi hak di tengah masyarakat, maka itulah yang wajib; dan apa yang bukan, maka itu tidak menjadi wajib. Jika ada kebiasaan yang menyelisihi syariat, maka yang dipakai adalah sebatas yang sesuai dengan syariat. Misalnya, bila kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat adalah seorang suami tidak berhak memerintahkan keluarganya untuk melaksanakan shalat dan berakhlak baik. Tentu saja, secara syariat, kebiasaan ini salah, sehingga tidak boleh dilakukan.

Adapun bila kebiasaan yang ada tidak menyelisihi syariat, maka Allah menyerahkannya kepada (apa yang dianggap biasa oleh masyarakat) sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.

Yang wajib bagi kepala keluarga adalah bertakwa (takut) kepada Allah atas orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, baik perempuan maupun laki-laki, dan tidak boleh menelantarkannya. Kita terkadang menjumpai kepala keluarga yang menelantarkan anak-anaknya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Anaknya tidak pernah ditanya di mana keberadaannya –apakah sudah pulang atau belum?–dan tidak pernah duduk-duduk bersama mereka. Bahkan ada sebagian kepala keluarga dalam sebulan atau dua bulan tidak berkumpul dengan istri dan keluarganya.

Perilaku semacam ini merupakan kesalahan serius. Kami nasihatkan kepada saudarasaudaraku, kaum muslimin, hendaknya mereka menjaga kebersamaan dan tidak bercerai berai. Berusahalah makan siang dan malam bersama mereka, tentu tanpa melibatkan wanita dan laki-laki yang bukan mahram. Kebiasaan berkumpulnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram di meja makan, merupakan sesuatu yang mungkar dan menyelisihi syariat.

Kita memohon hidayah bagi semua.

Wahai Para Ayah yang Diberkahi



Segala puji bagi Allah yang telah memberimu istri yang subur dan menjadikanmu termasuk yang memiliki generasi penerus. Berapa banyak laki-laki yang mandul yang tidak dianugerahi anak dan berapa banyak pula perempuan yang seperti itu. Maka ini adalah nikmat yang sangat besar.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…” (QS. Al-Kahfi : 46)

Karena itu sambutlah anugerah Allah -azzawajalla- dengan bahagia, gembira, rasa syukur dan pujian, baik pemberiannya itu laki-laki ataupun perempuan. Terlebih lagi bila sehat anggota tubuhnya, sempurna pertumbuhannya dan terbebas dari penyakit. Maha Suci Allah yang telah menciptakan sebaik-baik penciptaan, yang telah memberi karunia dan keutamaan-Nya:

“…memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki…” (QS. Asy-SyĆ»ra: 49-50)

Nabi -shalallahu alaihi wasallam- dianugerahi empat anak perempuan -radiallahu’anhunna-. Ketika Imam Ahli Sunah Ahmad ibn Hanbal dianugerahi seorang anak perempuan beliau berkata,

“Para nabi adalah bapak anak-anak perempuan. Dan sungguh telah ada pada anak perempuan sesuatu yang aku ketahui.” Maksudnya keutamaan mendidik dan mengayomi mereka.

Membenci anak perempuan adalah istiadat jahiliah. Adapun pada Islam, ia adalah pintu-pintu yang akan mengantarkan ke surga. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda :

“Siapa yang mengasuh dua anak perempuan hingga balig, pada hari kiamat akan datang dia dan aku seperti ini!’ beliau kemudian merapatkan dua jarinya.” (HR.Muslim)

Sedangkan anak laki-laki akan menjadi timbangan kebaikanmu jika engkau baik dalam mendidik dan mengarahkan mereka. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda,

“Jika anak Adam meninggal terputuslah amalannya kecuali tiga perkara:…” Disebutkan di antaranya, “…atau anak laki-lakinya yang saleh yang mendoakannya.”

Sabdanya -shalallahu alaihi wasallam- pula,

“Sungguh ada hamba yang diangkat derajatnya, lalu dia bertanya, “Wahai Tuhan, bagaimana aku dapatkan ini?” Tuhan pun berfirman, “Dari istighfar anakmu untukmu setelah sepeninggalmu.” (HR. Ahmad ).

Dengan banyaknya keturunan umat Muhammad -shalallahu alaihi wasallam- tidak dapat disembunyikan berapa banyak munculnya generasi yang “menauhidkan” (mengesakan) Allah -azzawajalla-, menjaga agama ini dan penyebarannya. Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda,

“Nikahilah wanita penyayang lagi subur, sesungguhnya aku adalah Nabi yang paling berbangga dengan banyaknya kalian pada hari kiamat.” (HR.Ahmad)

Maka selamat untukmu dengan istri yang berbarakah, yang melahirkan untukmu anak-anak perempuan dan laki-laki.

Wahai para ayah yang diberkahi…

Gigihlah dalam mendidik dan mengarahkan kebaikan pada anak-anakmu. Tanamkan keutamaan-keutamaan Islam pada jiwa-jiwa mereka sejak dini. Jadilah teladan bagi mereka, karena anak kecil tumbuh berkembang dengan kebiasaan ayahnya.

Sekarang engkau telah menjadi seorang ayah dan tahu besarnya hak kedua orang tua, maka manfaatkan apa yang tersisa dari umurmu. Berbaktilah kepada kedua orang tuamu dan berbuat baiklah kepada mereka.

Perhatikanlah bahwa perpisahan telah semakin dekat dengan memutihnya rambutmu. Ia merupakan utusan yang mengingatkan bahwa umurmu telah bertambah dan jatah hari-harimu telah berkurang. Jadikanlah hari-harimu yang tersisa dalam ketaatan kepada Allah -azzawajalla-.

Hati-hati jangan sampai kau beri makan anak-anakmu harta yang haram. Sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-,

“Setiap jasad yang tumbuh dari penghasilan yang haram maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad)

Perbanyaklah doa untukmu dan anak keturunanmu karena itu adalah kebiasaan para nabi dan orang-orang saleh.

Anak-anak kecil yang lahir, jika tumbuh dalam kesalehan dan ketaatan akan menjadi simpanan sepeninggalmu. Karenanya bersemangatlah dalam memberi pengarahan yang baik dan pilihkan teman-teman yang terbaik untuknya. Jauhkan mereka dari teman-teman yang jelek dan jauhkan rumahmu dari fitnah-fitnah dan kejelekan-kejelekan.

Wahai Isteri.. Adakah Anda Teman Rapat Suami Anda...?

Wahai Isteri.. Adakah Anda Teman Rapat Suami Anda..?

Keterangan Al-Quran

Sekali lagi saya ulangi Firman Allah dalam surah al-Rum : Ayat 21 yang menyebut kedudukan isteri sebagai tempat suami besenang hati, bermesra, kasih sayang dan belas kasihan. Perkara yang sama ditegaskan oleh Allah dalam Surah Al-A’raf: Ayat 189 yang bermaksud: “Dialah Allah yang menciptakan kamu semua dari (hakikat) diri yang satu, dan Ia mengadakan dari hakikat itu pasangannya (diri suami isteri), untuk bersenang-senang (bertenang tenteram) satu diri kepada yang lain” (Terjemahan Tafsir Pimpinan Al-Rahman, Dar al-Fikr, K.L., 2000)

Dalam kedua-dua ayat ini Allah gunakan perkataan ‘litaskunu ilayha’dan ‘liyaskuna ilayha’ yang membawa maksud perasaan senang dan tenteram. Perkataan ini dari bahasa arab ‘sakana’, ‘yaskunu’, ‘sukunan’ iaitu dari maksud literalnya sebagai sesuatu yang tidak bergerak, berdiam dan lain2 situasi yang tenang. (Kamus Besar Arab-Melayu, DBP, 2006)

Isteri Sebagai Pasangan Kepada Suami

Kedua-dua ayat ini menggambarkan isteri itu adalah tempat suami mendapat ketenangan dan kesukaan. Anda sebagai suami, adakah memperolehi perasaan ini.? Begitu juga anda sebagai isteri, adakah berjaya menghidupkan suasana ini dalam rumahtangga?. Dengan sebab itu, samada isteri itu mempunyai kerjaya di luar rumah atau suri rumah sepenuh masa, kewajipan mengujudkan suasana dan persekitaran ini tetap menjadi tanggongjawabnya. Dengan sebab itu Rasulullah menyebut yang mafhumnya, isteri itu pengurus/pengelola (ra'iyah) rumahtangga dan akan disoal atas tanggongjawab berkenaan. Saya tidak membezakan samada isteri itu berkerjaya atau tidak, kerana, untuk mengujudkan suasana ini tidak semestinya si isteri itu berada sepenuh/sepanjang masa di rumah. Ada juga rumahtangga yang sudah ada tidak ada kasih sayang walaupun si isteri itu suri rumah sepenuh masa. Dalam masa yang sama, seseorang isteri yang berkerjaya dan mempunyai pembantu rumahpun, berjaya mengujudkan suasana kasih sayang dan ketenangan kepada suaminya. (saya akan sentuh soal isteri berkerjaya dalam artikel lain). Adalah jelas isteri itu pasangan kepada suami, yang melengkapi hidup seseroang lelaki.. anda bagaimana?

Satu pertanyaan kepada para suami...adakah isteri anda merupakan teman rapat anda? Adakah anda suka menghabiskan masa dengannya? Adakah anda boleh berkongsi kebanyakan perkara dengannya? Adakah anda sentiasa mencari-cari waktu untuk bersamanya? Adakah anda berasa rindu jika tak dapat berjumpa walaupun dalam waktu yang singkat? Adakah anda akan melebihkannya dari yang lain? Adakah anda sanggup berkorban apa sahaja untuknya? Adakah anda merasakan rumah perkahwinan (tempat tinggal suami-isteri) adalah tempat yang paling selesa dan jika tiada apa-apa urusan, anda akan berada di rumah? Banyak lagi pertanyaan yang menggambarkan isteri itu seseorang yang rapat dengan anda. Yang pentingnya ialah, teman rapat merupakan orang yang kita berasa selesa dan tenang bersamanya.

Sebenarnya, tidaklah menjadi kesalahan jika kita mempunyai ramai teman rapat samada dengan rakan sekerja di pejabat, dengan adik beradik atau dengan jiran tetangga. Teman-teman rapat selain isteri ada kedudukan dan peranan masing-masing dalam hidup kita tetapi sepatutnya tidak mengatasi status dan kedudukan isteri. Isteri mesti diletakkan ditempat yang paling istimewa dan mengatasi hubungan-hubungan yang lain. Ada yang bertanya bagaimana hubungan anda dengan ibu anda?, kalau sudah dilebihkan isteri. Isteri dan ibu adalah dua insan yang amat istimewa tetapi berada pada status yang berbeza. Penilaian status ini boleh diukur melalui hak dan tanggongjawab. Jika kita tahu apakah hak dan tanggongjawab keatas isteri , dan kita mengetahui hak dan tanggongjawab keatas ibu, maka tidak akan berlaku pertembungan antara keduanya. Demikian juga tiap-tiap individu yang lain, yang menjadi teman rapat seseorang lelaki perlu dilandaskan atas prinsip hak dan tanggongjawab ini. Memang kadangkala wujud juga konflik anda individu2 ini dan dengan sebab itu, banyak jumlah perceraian berlaku akibat campurtangan keluarga. Kadangkala kehendak ibu / ayah dan keluarga tidak selaras dengan kehendak suami. Secara idealnya suami perlu dilebihkan, tetapi jangan sampai derhaka kepada si ibu. Berhadapan dengan isu semacam ini seperti berjalan di jalan yang penuh dengan duri, hati2 dan cermat agar matlamat yang dituju dapat dicapai, duri tidak melukakan kaki. Saidina Umar bila ditanya tentang maksud 'taqwa', lantas beliau menjawab 'taqwa' itu seperti seorang yang berjalan di laluan yang penuh dengan duri, maka perlu cermat dan berhati-hati. Perasaan cermat dan berhati-hati terhadap hukum hakam itu sebenarnya adalah taqwa.

Tidak ada orang yang lebih faham akan suaminya, lebih dari isteri. Ada suami anggap dia boleh rahsiakan sesuatu dari isterinya hingga ada orang kata 'kalau pandai makan, pandailah simpan', tapi saya juga yakin si isteri punya gerak rasa yang amat halus dan boleh menilai hati budi suaminya. Kebaikan seseorang lelaki itu boleh dinilai melalui hubungannya dengan isterinya. Sebab isteri berada di samping suami pada masa dan saat yang orang lain tidak boleh berada dengannya. Isteri juga akan berada dengan suami pada masa orang lain lari menyisihkan diri. Tengoklah orang politik masakini, ketika jatuh dari jawatan politik, ketika dipijak oleh bekas rakan dan lawan, ketika tidak ada kuasa dan wang, isteri tetap menjadi teman. Rasulullah sentiasa terkenang pada Khadijah kerana pada pada baginda dipulaukan di awal Islam, Khadijah bersama dengannya. Ketika kesukaran menerima wahyu, Khadijah bersamanya.

Anda sebagai isteri, bagaimana boleh menjadi teman rapat kepada suami anda? Bersambung........

Wahai Isteri..Bagaimana Anda Boleh Menjadi Teman rapat Suami Anda?

JADILAH TEMAN RAPAT SUAMI ANDA... INGATAN KEPADA YANG LALAI..

Artikel ini saya kira yang terakhir sebelum saya mengetuk pintu hati suami pula tentang tanggongjawab dan hubungan dengan isteri masing-masing.
Bagaimana isteri boleh menjadikan dirinya teman rapat suami. Pendapat saya mungkin agak 'konservatif' tetapi saya yakin ianya menepati fitrah manusia. Dalam usaha untuk kembali balik kepada rumahtangga yang dituntut oleh islam, jalan yang paling selamat ialah bersikap konservatif. Walaupun ini bukanlah satu-satunya cara untuk membina keluarga bahagia kerana islam membawa prinsip dan konsep, sedangkan dari sudut pendekatan atau 'approach' tentu tidak sama anta satu keluarga dengan yang lain.

Sebagai isteri sudah tentu , anda mahu menjadi teman rapat pada suami. Tentu anda cemburu kalau suami anda, lebih banyak merujuk kepada orang lain kalau dia ada masalah. Anda juga tentu cemburu kalau suami anda asyik menyebut tentang kelebihan orang lain berbanding diri anda. Anda tentu lebih cemburu kalau yang disebut itu kaum sejenis anda. Malam tadi saya dengar ceramah dari seorang ustaz yang agak terkenal dari Terengganu, kata dia cemburu itu milik suami dan bukan milik isteri. Katanya lagi suami patut cemburu kalau isterinya tidak mengikut hukum agama. Tapi katanya lagi isteri tak patut cemburu kalau suaminya ada hubungan dengan wanita lain kerana suami boleh beristeri lebih dari satu. Saya sangat tak setuju dengan kenyataan ini dan isteri saya juga mengakuinya. Isteri juga berhak cemburu meskipun Islam membenarkan suami kahwin ramai, kerana itu fitrahnya, tapi perlulah dalam kawalan agama juga.

Semasa artikel ini ditulis, isteri saya berada di samping saya, dan begitulah selalunya, beliau adalah teman rapat saya saya dan sentiasa memberikan pandangan dalam semua hal yang melibatkan rumahtangga. Saya selalu bertanya beliau tentang hal-ehwal suami isteri dan beliau sangat berterus terang dalam hal ini dan itulah yang menggembirakan saya kerana antara saya dengan isteri saya tidak ada 'hijab' lagi tentang hal ini, bahkan saya selalu berbincang tentang soal poligami dengan dia, tentu dia tak setuju dan sayapun sependapat dengannya.....

Berbalik kepada bagaimana isteri boleh jadi teman rapat suami... Hubungan suami isteri boleh saya bahagikan kepada jenis2 berikut:
1. Suami isteri yang sudah lama bercinta sebelum kahwin. masing2 sudah kenal hati budi masing-masing. Biasanya tidak mengambil masa yang panjang untuk pasangan ini benar-benar menjadi teman rapat
2. Suami isteri yang dipilih oleh keluarga dan hanya ada sedikti kesempatan untuk mengenali hati budi masing-masing. Biasanya pasangan ini mengambil masa yang agak lama untuk membuka 'hijab' antara keduanya. 'Hijab' disini bukan fizikal tapi hijab hati dan perasaan antara satu sama lain.
3. Suami isteri yang sudah kenal sebelum kahwin tapi tidak betul2 mengenali pasangan. Maklumlah semasa bercinta banyak perkara yang masih terselindung. Bila berkahwin baru terbuka banyak 'rahsia' dan kalau tak kena gayanya dalam masa yang singkat sahaja rumahtangga ini boleh hancur. Begitu juga pasangan ini berkahwin kerana persiapan sudah banyak dibuat, 'orang kampungpun semua dah tahu', atau lain2 faktor yang akhirnya merekapun berkahwin dalam keadaan 'sedar atau tidak'. Sedar2, sudah menjadi isteri orang.

PERKAHWINAN SEBAGAI TITIK PERUBAHAN BESAR DALAM HIDUP

Perkahwinan memang satu 'perjudian' yang sangat besar. Ia adalah 'corner-stone' yang terbesar dalam sesebuah kehidupan. Ramai orang yang menjadi berubah selepas berkahwin kerana mendapat pasangan yang mengubah hidupnya. Ada perubahan kepada yang lebih baik dan tidak kurang juga yang menjadi semakin jauh dari agama.
Sekali lagi saya ingatkan diri saya, islam menuntut perkahwinan untuk 4 sebab: i) memenuhi fitrah manusia, ii) mengembangkan keturunan dan keluarga, iii) memelihara diri dari maksiat, iv) menyempurnakan hidup sebagai insan yang bertaqwa kepada Allah.

MACAMMANA NAK JADI TEMAN RAPAT SUAMI

Bila saya sebutkan isteri menjadi teman rapat suaminya, maka keempat2 matlamat di atas mesti dapat dicapai. Isteri boleh menjadi teman rapat suami antara lain melalui pendekatan berikut:

1. Sentiasa ingat akan matlamat mengapa ia berkahwin dengan seseorang lelaki. Dengan ingatan ini isteri akan berusaha untuk menyempurnakan tanggongjawabnya sebagai isteri.
2. Sentiasa berada dalam keadaan bersedia 'menyerahkan' diri kepada suaminya dan memikirkan kepentingan suami melebihi dari kepentingan dirinya sendiri.
3. Sentiasa membantu suami untuk menyempurnakan tanggongjawabnya sebagai suami. Suamipun banyak kekurrangan yang perlu dibantu. Bantulah suami dengan ikhlas kerana beliau perlu juga memikul bebanan ke atas apa yang dilakukan oleh isteri dan anak-anak. Isteri kena sentiasa sedar bahawa apa yang dilakukan oleh isteri dan anak-anak juga terpaksa dipikul oleh suami.
4. Selalu mengambil tahu masalah suami dan mencari jalan menyelesaikannya. Isteri boleh menjadi 'pendengar ' yang baik kepada suami walaupun tidak dapat memberikan penyelesaian yang spesifik. Kadang kala pandangan yang umum dan bersifat 'fundamental' sudah cukup membawa suami kepada kepada titik penyelesaian masalah yang besar. Dengan sebab itu juga kita sentiasa diingatkan supaya merujuk kepada ibu/bapa bila ingin melakukan sesuatu yang besar seperti nak beli rumah, kereta, memohon kerja, berkahwin dan lain2 kerana restu dan pandangan mereka walaupun ' tidak spesifik' dan bersifat umum tetapi pasti memberi keberkatan yang tidak terduga. Begitulah dengan isteri, pandangan ikhlas mereka bakal membuka dimensi baru kepada suami dalam menyelesaikan masalah.
5. Bagi isteri yang bekerja, masa cuti, sebolehnya, janganlah diisi dengan aktiviti yang tidak melibatkan suami. Isteri yang bekerja berada sekurang2nya 8 jam dipejabat bersama rakan sekerja. Waktu ini sebenarnya lebih panjang dari masa bersama pasangan masing-masing dalam keadaan 'sedar'. Kalau anda terpaksa berpisah degnan suami kerana tugas untuk jangka waktu yang panjang, cubalah menilai perasaan anda. Adakah anda rindu padanya dan ingin segera berjumpa selepas tugas ini untuk berkongsi sesuatu?. Adakah anda ingin mendapatkan sesuatu sebagai tanda ingatan kepadanya setelah lama tak jumpa?Kalau ada perasaan ini, Alhamdulillah, anda sebagai isteri berada pada landasan yang betul untuk menjadi teman rapat suami. Kalau anda tidak rasa apa-apa, atau mencari jalan untuk mengelak dari bertemu dengannya dalam masa terdekat, maka keadaan ini perlu dibimbangkan. Kalau anda sebagai isteri lebih suka dan selesa berada bersama rakan-rakan pejabat, atau selalu 'out-station' jauh dari suami, maka buatlah sesuatu untuk memperbaiki hubungan dengan suami anda.
6. Keikhlasan dan kejujuran adalah intipati penting dalam hubungan suami-isteri. Sentiasalah bercita-cita untuk menjadi ketua bidadari kepada suami anda di syurga nanti. Hubungan sebagai isteri tidak berakhir di dunia ini sahaja. Sentiasalah bersangka baik dengan suami, jangan cemburu 'buta', jangan mencari-cari kesalahan suami, jangan menyimpan dendam terhadap kesilapan dan keterlanjuran yang suami pernah lakukan, sentiasa maafkan suami, lapangkan dada untuk suami, sentiasa ingat bahawa kalau isteri sentiasa positif kepada suami, insyaAllah suami akan memperbaiki diri dan tidak akan tergamak mengkhianati keikhlasan/kejujuran isteri. Sentiasa ingat bahawa semua perasaan yang negatif adalah 'hijab' atau dinding antara anda dan suami anda. Bukalah 'hijab' itu sedikit demi sedikit. Kadangkala ia mengambil masa kerana hati dan perasaan bukan boleh diubah sekelip masa. Memang benar, hati dan perasaan isteri yang terluka memakan masa untuk sembuh, tapi ingatlah walaupun parut luka masih ada, Allah sentiasa menyediakan ruang dalam hati masing-masing untuk dihuni oleh suami dan isteri. Gunalah ruang itu sebaik mungkin, ingatlah, sesuatu yang dilakukan sepenuh hati pasti akan singgah dalam hati pasangan anda. Antara suami dan isteri ada gelombang perasaan yang tidak dapat ditipu walaupun lidah berkata sebaliknya...
7. Sentiasalah ingatkan suami tentang hal ehwal agama. Ajaklah suami untuk melakukan ibadat bersama-sama. Kalau Rasulullah mengejutkan isteri Baginda untuk bertahajud, mengapa anda sebagai isteri tidak boleh melakukan perkara yang sama kepada suami anda. Sekarang ini banyak masjid/surau menganjurkan qiyamullayl secara berjemaah di masjid bersama rakan-rakan. Cubalah melakukan ibadat yang sama dengan suami anda di rumah. Sekali sekala, ajaklah suami anda untuk bertahajjud di rumah pula. Kalau suami anda saban minggu membaca Yasin di masjid malam Jumaat, sekali sekala ajaklah dia baca Yasin dengan anda dan anak2 di rumah. Perubahan yang sedikit ini boleh membawa suasana yang berbeza dalam rumahtangga,cubalah... Suami isteri yang sama-sama berusaha mendekatkan diri dengan Allah pasti boleh menjadi teman yang amat rapat antara satu sama lain.
Dalam satu senario yang lain, katakanlah suami bukan ahli ibadat, tak sukapun ke masjid apatah lagi hendak bertahajud dan baca yasin dengan anda di rumah, apakah tindakan yang patut anda sebagai isteri lakukan dalam keadaan ini.? Banyak cara yang anda boleh buat selain menasihati suami yang memang degil, berdoalah dengan penuh rasa takut dan pengharapan kepada Allah, jika keadaan semakin sukar, mohonlah campurtangan ibubapa khususnya, dan jika keadaan sangat parah seperti suami tidak sembahyang, suami ahli maksiat dan lain2, maka langkah terakhir adalah dengan merujuk kepada pihak berkuasa (aspek yang melibatkan perundangan akan saya sentuh kemudian). Yang penting, dalam keadaan ini anda harus menunjukkan sikap yang positif, bersabar dan semakin berusaha untuk mendekati suami anda. Berdoalah dengan menyebut nama suami anda di hadapan Allah, mintalah Allah memberi taufiq kepada suami anda. Menangis dan bermunajatlah kepada Allah serta memohon ampun, atas kesalahan anda dan suami anda. Kalau keadaan tidak dapat dipulihkan sekalipun, apa yang berlaku akan menjadi batu loncatan kepada anda untuk mempertingkatkan status anda di sisi Allah Subhanahuwataala. Allah mendengar doa anda dan pasti dimakbulkan, samada di dunia atau diakhirat nanti atau Allah akan gantikan dengan yang lebih baik. Jangan sekali-kali menjauhkan diri dari suami anda dalam keadaan ini, kecuali sudah sampai kepada keadaan yang diizinkan Syarak. Ingatlah, menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Hukum Syarak perlulah dengan menggunakan kaedah yang ditentukan oleh Allah juga. Jika masalah ini cuba diselesaikan dengan kaedah yang lain, pastilah masalah asal tidak selesai, anda juga akan menjadi semakin jauh dari Allah, bak kata, yang dikejar tak dapat , yang digendung keciciran pulak!


Ini merupakan antara perkara yang anda boleh buat. Saya rasa semua orang dahpun tahu tapi untuk menghayatinya bukan mudah. Cubalah melakukan perubahan dalam hubungan anda dengan suami anda, pasti anda akan merasakan kesannya, InsyaAllah......cubalah

Mencari Suami yang 'Original'- Satu Muqaddimah

Muqaddimah

Tajuk Blog ini juga mempunyai perkataan mencari, ia menggambarkan satu proses yang terus berjalan dan selagi manusia hidup ia akan terus mencari sesuatu sehingga bertemu Allah satu hari nanti. Dan yang lebih penting, manusia yang masih hidup, masih ada peluang ini. Pencarian membuatkan manusia sentiasa sedar dan berhati-hati. Pencarian ini, bukan seperti mencari barang yang hilang, yang bila dah bertemu, maka selesai sesuatu urusan. Pencarian dalam hidup ini satu perjalanan. Rasulullah menggambarkan hidup manusia ini seperti seorang yang sedang bermusafir ketempat yang jauh, singgah sebentar di satu tempat untuk menyediakan bekalan dan akan menyambung perjalanan seterusnya. Bahkan Baginda menyifatkan dunia ini hanya tempat bercucuk tanam dan hasilnya dikutip di akhirat nanti. Artikel ini cuba mengajak pembaca bersama-sama membuat pencarian ini khususnya para lelaki dan suami. Saya akan mengemukakan dulu falsafah pencarian dalam hidup kita ini sebelum secara khusus terhadap pencarian suami yang ‘Ori’ dalam artikel berikutnya.

PRINSIP DAN FALSAFAH PENCARIAN

Secara prinsipnya hidup ini adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah, untuk mendapat keredoaanNya dan menjauhi apa yang dilarangNya. Cara atau kaedah telah disediakan oleh Allah melalui Al-Quran dan Al-Sunnah. Rasulullah juga telah dijadikan sebaik-baik contoh untuk diikuti.
Stesyen TV juga menganjurkan banyak program pencarian, seperti mencari gadis Melayu yang saya tak pasti kriteria yang dipakai, boleh baca Al-Quran, boleh makan sireh, boleh main batu selambut, boleh memasak, boleh melayan orang tua, boleh duduk berselimpuh dan lain-lain.? Sebelum inipun dah ada rancangan mencari menantu, rasanya tidak berjaya mempertemukan jodoh kepada wanita berkenaan. Rancangan yang hampir sama juga diadakan di Barat dan sudah tentu kriterianya berbeza sampai boleh digauli secara bebas untuk menentukan siapa yang paling sesuai sebagai suami wanita berkenaan. Yang penting ada kriteria tertentu dalam proses pencarian ini.

Sebagai Muslim kita juga dalam proses pencarian. Mencari kesempurnaan dalam hidup. Sebagai manusia sifat-sifat kesempurnaan mustahil dimiliki oleh manusia. Hanya Allah yang Maha Sempurna, tetapi manusia dituntut untuk mendapat yang terbaik dalam hidup ini, sekadar yang ia mampu. Menurut aqidah ahli Sunnah, manusia dikurniakan kehendak, akal dan kudrat. Manusia berusaha dan Allah yang tentukan akhirnya. Itu keyakinan kita dan itulah yang mesti terus dilakukan. Allah telah menyediakan ruang yang sangat banyak kepada manusia untuk menyempurkan hidupnya. Manusia diberi peluang untuk beramal mengumpulkan pahala sebagai bekalan dan dibuka pintu-pintu untuk menutup dosa dan kesalahan. Ketika Rasulullah berhijrah ke Madinah, para Sahabat Muhajirin yang datang dalam keadaan susah bersama Rasul dari Mekah mengadu kerana peluang untuk mereka melakukan kebajikan adalah terhad kerana tidak punya harta yang banyak seperti Sahabat di kalangan Ansar (di Madinah). Rasulullah menjelaskan bahawa segala bentuk kebaikan seperti berzikir sekalipun boleh menjadi sumbar pahala kepada mereka dan tidak semestinya dengan harta sahaja. Sahabat Muhajirin merasa sedikit kelegaan kerana masih ada peluang yang sama yang menyediakan bekalan ke akhirat.

Manusia dituntut mencari yang terbaik dalam hidupnya. Allah menjelaskan bahawa di akhirat nanti yang berguna hanyalah hati yang sejahtera yang dibawa mengadap Allah. Harta dan anak-anak tidak ada lagi manfaat melainkan amal jariah. Rasulullah menjanjikan bahawa orang yang mendapat Haji mabrur sudah tidak ada dosa lagi seperti hari ia dilahirkan. Orang yang puasa dan solatnya sempurna juga mendapat faedah yang sama. Allah juga menjanjikan semua kebaikan boleh menghapuskan dosa dan amalan dilipat kali ganda pahalanya jika dibuat dengan ikhlas. Peluang dan peringatan ini sentiasa berlegar dalam hidup kita, terpulang samada untuk dimanfaatklan atau tidak sahaja. Pagi semalam, Ust. Zawawi Yusof menyampaikan tazkirah dalam laman Nurani TV3 berkaitan dengan mengumpat sebagai ‘dosa harian’ manusia, dan pagi tadi Ustazah Salbiah bercakap soal sifat bodoh sombong manusia dalam mencari kesempurnaan dalam hidup ini. Rancangan Radio, hampir semua channel bahasa Melayu ada slot agama ini. Rancangan Forum Perdana yang disiarkan saban minggu mendapat rating rancangan agama tertinggi (1.3 juta penonton- Berita Harian 27 Nov. 2008). Bertuahlah ahli panel yang dapat peluang ‘jariah ilmu’ yang amat bermanfaat ini. Saya doakan mereka diberikan kekuatan untuk terus bercakap soal-soal mencari kesempurnaan dalam hidup ini. Mudah-mudahan pada masa akan datang blog ini juga akan dapat dimanfaatkan oleh orang ramai. Setakat ini hanya saudara mara rapat dan seorang 'sahabat baik' sahaja tahu kewujudan blog ini. Ini sebagai percubaan sahaja untuk menentukan konsep dan halatuju penulisan artikel yang sesuai untuk pembaca awam.

Salah satu rancangan TV yang paling saya minat ialah Asian Food Channel (AFC). Ada dua orang chef memberi tips tentang rahsia masakan mereka dalam mencari kesempurnaan sebagai seorang chef. Dua kenyataan yang masih saya ingat ialah “my secret recipe is that there is no recipe..”, maknanya masak ikut citarasa tanpa perlu ada perancangan yang teliti dan rahsia. Kalau rasa sedap maka sempurnalah juadah tersebut. Seorang lagi chef mengatakan :”the best way to cook a fish is not to..”, maknanya makan ikan secara mentah itu adalah yang terbaik untuk menikmati kesempurnaan rasa ikan. Isteri saya selalu bertanya tentang masakannya, samada Ok atau tidak. Saya selalu sebut rasa masakan itu satu hal, tapi keikhlasan dan kesungguhannya untuk mencari kesempurnaan sebagai seorang isteri itu satu hal yang lain. Selalunya masakannya memang sedap sebab tu niat saya hendak diet selalu gagal, bahkan nak puasa sunatpun fikir dua kali. Rasulullah tidak akan mengkritik masakan isteri Baginda, kalau baginda suka ia akan makan, dan jika tidak hanya dijamah sedikit tanpa sebarang komen, kerana kesempurnaan rumahtangga bukan terletak pada kesedapan makanan isteri, bahkan, memasak itu sendiri, bukan tanggongjawab isteri. Suami kena sediakan orang gaji untuk tugas-tugas ini walaupun amalannya dalam masyarakat kita, isterilah yang sediakan. Demikianlah sebagai manusia kita akan terus mencari….

Saya akan sambung berikutnya bagaimana mencari/menjadi suami yang ‘sempurna’… .. sebenarnya idea belum datang lagi..

Lelaki Dalam Pelbagai Wajah: Menilai Tanggongjawab Dan Hak..

Lama saya tidak menulis dalam blog ini, kalau ditanya sebab apa, jawapan yang tipikal/biasa diberi ialah sibuk. Datuk Naib Canselor UM yang baru sebut kalau hendak menjayakan sesuatu kerja berilah kepada yang sibuk, InsyaAllah kerja akan jadi. Lama sebelum ini Prof. Dato’ Dr. Mahmood Zuhdi banyak kali pesan pada saya perkara yang sama, dan saya memperakui kebenaran perkara ini. Tentu ramai di kalangan kita yang mengakui kebenaran teori ini. Kelemahan kita sebenarnya ialah bagaimana menguruskan masa dan kerja, kerana kerja, tugas dan tanggongjawab hanya akan tamat bila kita mati. Imam Hasan Al-Banna pernah mengatakan bahawa kerja lebih dari masa yang ada. Kesibukan dan banyak kerja membuat kita sentiasa ‘alert’ / sedar dan neuron dan sel dalam otak akan bergerak cergas. Otak manusia seperti juga anggota fizikal yang lain, kalau tak ada senaman/gerakan, ia akan semakin lemah, akhirnya kaku. Pengajarannya, jangan lagi gunakan alasan sibuk untuk melakukan sebarang amal soleh dan berilah kerja pada orang yang sibuk. Islam sentiasa meminta kita mengisi hidup dengan perkara-perkara yang berfaedah sepanjang masa, termasuklah berfikir tentang kebesaran Allah. Dengan sebab itu juga Rasulullah menyebut yang bermaksud:”Amalan yang paling disukai Allah ialah yang berterusan/Dawaam walaupun sedikit”. Melakukan amalan soleh walaupun banyak untuk tempoh singkat, tidak digalakkan kerana ia membawa kepada jemu dan tidak dapat memelihara ketenangan dan kejernihan hati.
Berbalik pada tajuk blog ini……

Muqaddimah

Beberapa minggu lalu (28 Nov. 2008) tajuk Forum Perdana Hal Ehwal Islam ialah ‘Dua Wajah’ dengan ahli panel Datuk Hashim Yahaya, Ust. Ahmad Shukri dan Ustazah Zawiyah. Tajuk forum ini memberi fokus kepada perlunya keikhlasan dalam memberikan sesuatu sumbangan dan tidak boleh mempunyai pelbagai wajah yang bermaksud adanya perbezaan antara ‘wajah’ di luar dan ‘wajah’ di dalam. Tajuk artikel saya ini hampir sama tetapi membawa maksud yang langsung berbeza. Tajuk ini masih dalam skop mencari atau menjadi suami yang ‘sempurna’.
Secara prinsipnya, samada lelaki atau wanita, Allah sudah menjanjikan peluang yang sama untuk memperolehi kebajikan. Allah yang Maha Adil menyediakan peluang yang sama tanpa mengira jantina untuk mendapat pahala. Dalam Surah Ali `Imran ayat 195 firman Allah yang bermaksud: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya dengan berfirman:Sesungguhnya Aku tidak akan mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki atau perempuan, kerana sebahagian kamu adalah turunan sebahagian yang lain”.
Firman Allah dalam Surah Al-Nisa’ ayat 32 yang bermaksud: “Orang-orang lelaki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan orang-orang perempuan pula ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan”. Perkara yang sama ditegaskan oleh Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 35 dan surah Al-Taubah ayat 71-72.
Pada masa yang sama juga terdapat peluang untuk beramal soleh secara khusus yang dibuka berdasarkan jantina, seperti peranan suami atau isteri dalam rumahtangga. Perbezaan tugas dan amalan soleh ini pada hakikatnya satu proses untuk lengkap melengkapi antara lelaki dan wanita.
Allah juga memberi amaran bahawa samada, lelaki dan wanita, mereka juga terdedah kepada dosa dan maksiat tanpa mengira jantina ini.

Lelaki Dalam Pelbagai Wajah

Seseorang lelaki itu mempunyai pelbagai wajah bergantung kepada tanggongjawab dan hak. Tanggongjawab dan hak ini adalah berdasarkan kepada kedudukan dan statusnya. Tanggongjawab dan hak adalah dua ‘entiti’ yang tidak dapat dipisahkan walaupun tidak semestinya wujud bersama sepanjang masa. Pada prinsipnya, seseorang yang ada tanggongjawab, maka ia ada hak tertentu dan begitulah sebaliknya. Biasanya semakin besar tanggongjawab, maka semakin besarlah haknya. Seorang Perdana Menteri mempunyai tanggongjawab yang amat besar dan pada masa ada hak untuk buat keputusan yang besar juga.
Seseorang lelaki itu biasanya mempunyai kedudukan antara lain seperti berikut: seorang ayah, datuk, suami, anak lelaki, adik beradik lelaki, dan ahli masayarakat lelaki. Inilah yang saya maksudkan dengan pebagai wajah. Di dalam setiap kedudukan ini, ada tanggongjawab dan hak tertentu bagi lelaki berkenaan. Untuk menjadi insan lelaki yang sempurna, ia perlu menyempurnakan tanggongjawab dalam semua wajah ini. Sudah tentu ini bukan sesuatu yang mudah. Ia perlu menjadi ayah yang sempurna, datuk yang sempurna, sehinggalah ahli masyarakat lelaki yang sempurna. Dalam kebanyakan keadaan, seseorang lelaki itu tidak mampu untuk menyempurnakan keseluruhan tugas ini dalam pelbagai wajah tersebut. Selalunya kalau ia memberi penekanan yang lebih kepada hal ehwal keluarga sehingga dipanggil house-husband atau family- man, maka tanggongjawabnya kepada orang lain dan masyarakat akan terjejas. Begitulah juga, seorang lelaki yang menjadi ‘public figure’, pemimpin masyarakat dll, maka tanggongjawabnya kepada keluarga selalunya akan terjejas. Bagi menyempurnakan dan merealisasikan kesemua tanggongjawab ini, Islam telah mengaturkan sistem yang disebut fardu `Ain dan fardu Kifayah. Ada perkara yang mesti dilakukan oleh setiap orang tanpa kecuali dan ada perkara yang memadai jika telah ada orang lain melakukannya. Begitu juga Islam mengaturkan dalam rumahtangga bidang tugas suami dan isteri supaya masing-masing saling melengkapi antara satu sama lain. Kalau seseorang wanita mendapat suami yang banyak tugas di luar dan masyarakat, maka ia perlu lebih banyak berkorban untuk mengatur rumahtangga. Begitu juga jika seorang lelaki mendapat isteri yang perlu membantu suami dengan bekerja, berjawatan besar, diperlukan kerana kepakaran2 khusus, ada komitmen tinggi di tempat kerja, ‘public figure’ dll, maka suami yang memberi keizinan tersebut perlu mencari jalan untuk mengatur rumahtangganya, bagi mengimbangi antara hak /tanggongjawab suami dan isteri masing-masing. Selagimana semua ini dalam lingkungan Syarak, maka Islam memberi peluang menggunakan kreativiti untuk menyempurnakan kehidupan rumahtangga tersebut. Yang penting, siisteri jangan sampai nusyuz pada suami, dan suami tidak menjadi suami yang dayus....
Insan lelaki yang sempurna hanya Rasulullah S.A.W. Dengan sebab itu, keperibadian Baginda Rasulullah jika dikaji dari aspek/wajah apa sekalipun, tidak ada kecacatannya. Baginda sebagai seorang suami, ayah, jiran tetangga, sahabat, pemimpin Negara, pengurus masyarakat, dan lain2 tugas baginda, tidak ada kekurangannya hingga Allah mengabadikan dalam Al-Quran bahawa baginda adalah sebaik-baik contoh teladan dalam semua hal. Janganlah kita mencari contoh yang lain, kecuali yang Rasulullah sendiri memberikan pengiktirafan kepada orang tertentu yang boleh dicontohi… jika tidak kita akan kecewa, kerana sebagai manusia biasa pasti kita ada kekurangan..

Menilai tanggongjawab dan hak Lelaki

Biasanya untuk menilai seseorang lalaki itu, kita perlu merujuk kepada siapakah pihak yang mempunyai hak daripada orang lelai berkenaan. Seseorang ayah ada tanggongjawab ke atas anaknya. Begitulah seorang anak ada tanggongjawab keatas ibu/ayahnya. Dan demikianlah seorang suami mempunyai tanggongjawab kepada isterinya. Sudah tentu untuk menilai seseorang suami, maka isterinya merupakan orang yang paling layak untuk membuat penilaian. Untuk menilai kedudukan anak, ibu/bapa adalah orang yang terbaik. Dengan syarat siisteri yang membuat penilaian tadi juga menggunakan kriteria penilaian yang betul dan juga wanita solehah. Dengan menggunakan neraca penilaian yang betul, kedudukan seseorang lelaki itu samada ia seorang suami, ayah, anak dll dapat dikenalpasti samada ia adalah lelaki yang baik atau tidak. Dalam artikel berikut saya akan hanya fokus kepada kedudukan lelaki sebagai suami….

Wahai Suami, Siapakah Isteri Anda?....

Kalau saya tanya pada anda selaku suami soalan di atas, apa agaknya reaksi anda? Mungkin jawapannya, saya dah bercinta 2 tahun sebelum kahwin, saya dah mula tertarik pada dia sejak tahun satu di Universiti, kami ada kaitan saudara, kami dah berkawan sejak tadika lagi dll , maka sudah sudah tentu saya kenal isteri saya seperti saya kenal diri saya sendiri. Ada juga pasangan yang ditemukan jodoh oleh ibu bapa, namun pasti mendakwa mengenali isterinya sekurang-kurangnya dalam tempoh pertunangan. Bahkan kalau ditemubual masa nak kahwin atau baru kahwin, tentu lelaki itu akan kata, dia dah bertemu pasangannya yang akan sehidup semati, orang yang paling sesuai dan sehati sejiwa dengannya, dan lain-lain ungkapan yang menggambarkan pasangan ini sangat rapat dan mengenali antara satu sama lain. Ada pasangan yang semasa bertunang sudah meluahkan semua maklumat peribadinya kepada pasangan masing-masing hingga bila dah kahwin tak ada lagi maklumat yang nak disampaikan. Begitu sekali suami pasti akan mendakwa benar-benar kenal isterinya.

Secara teorinya pasangan suami-isteri mengambil masa antara 1 hingga 5 tahun untuk benar-benar mengenali pasangan masing-masing. Dengan sebab itu kadar perceraian paling tinggi dalam tempoh berkenaan. Kalau melepasi tempoh berkenaan, biasanya OK. Mengenali bakal isteri dalam tempoh percintaaan, sebenarnya hanya mengenali separuh dari isteri, sementara itu sebahagian lagi akan dikenali bilamana lelaki tadi sudah menjadi suami yang datang bersama-samanya tanggongjawab sebagai suami. Semasa kursus perkahwinan, perkara ini pasti telah disentuh oleh penceramah. Namun begitu, antara teori dan pelaksanaan, banyak bezanya.

Kalau seorang suami dikatakan tak kenal isterinya tentu dia marah, rasa tercabar dan egonya akan membakar. Lelaki dikatakan memiliki ego yang dikaitkan dengan kemampuan untuk memimpin. Al-Quran dengan jelas meletakkan status pemimpin kepada lelaki dalam rumahtangga. Tetapi, status ini bukanlah sesuatu yang datang dengan percuma dan secara ‘warisan’. Peranan dan jawatan ini datang bersama-sama tanggongan yang berat dan menuntut sisuami melengkapkan diri dengan ciri-ciri kepimpinan. Kalau nak dakwa sebagai pemimpin semata-mata atas gelaran suami, itu muka tak malu namanya. Ada suami yang tak menunaikan nafkah dengan sempurna, bahkan ada yang sanggup memukul isteri pada siang hari dan pada malam hari ingin bersama dengan isterinya. Isteri kena juga taat kerana itu tanggongjawabnya selagi tidak disuruh melakukan sesuatu yang menderhakai Allah. Kalau gaduh sikit-sikit itu masih boleh diterima sebagai asam garam rumahtangga. Kalau seseorang suami benar-benar kenal isterinya, ia tidak akan sanggup melakukan sesuatu yang buruk keatas isterinya. Kalau pasangan ini sudah tidak serasi lagi maka jalan akhir yang perlu ialah bercerai, itupun dilakukan dengan baik.

Sebenarnya, terdapat dua aspek yang perlu diketahui oleh suami sebalum ia dikatakan benar-benar kenal isterinya. Kedua-dua aspek itu adalah seperti berikut:

1. Mengenali status dan kedudukan isteri

2. Mengenali isteri itu secara luar dan dalamnya secara peribadi

Artikel berikutnya saya akan sentuh tentang status dan kedudukan isteri untuk dikenali dan dinilai oleh suami masing-masing.

Keluarga Sakinah, Apa Kuncinya?



Bahtera rumah tangga membutuhkan nakhoda yang mengerti tujuan dan arah berlayar, diikuti para awak yang memiliki kesabaran yang tangguh dan teruji, yang siap diatur oleh sang nakhoda. Sebagaimana bahtera yang mengarungi samudra yang luas akan menghadapi arus dan gelombang yang menggunung, begitu pula bahtera berumah tangga. Akan banyak ujian dan cobaan di dalamnya. Banyak kerikil-kerikil tajam dan duri-duri yang menusuk peraduan.

Dahsyatnya ujian tersebut menyebabkan banyak bahtera rumah tangga yang kandas dan tidak bisa berlabuh lagi, bahkan hancur berkeping-keping. Sang istri ditelantarkan dengan tidak dididik, bahkan tidak diberikan nafkah. Sehingga muncul awak-awak bahtera yang tidak taat kepada nakhoda. Awak yang tidak mengerti tugas dan kewajibannya, berjalan sendiri dan mencari kesenangan masing-masing.

Inilah pertanda kecelakaan dan kehancuran. Sang anak dibiarkan seakan-akan tidak memiliki ayah, sebagai seorang pemandu dan pembela yang akan mengarahkan dan melindungi. Seakan-akan tidak memiliki ibu, yang akan memberikan luapan kasih sayang dan perhatian yang dalam. Masing-masing berjalan pada keinginan dan kehendaknya, tidak merasa adanya keterikatan dengan yang lain. Sang nakhoda berjalan di atas dunianya, sang istri dan sang anak di atas dunia yang lain. Saling tuduh dan saling vonis serta saling mencurigai akan terus berkecamuk, berujung dengan perpisahan. Akankah gambaran keluarga tersebut mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan? Bahkan itulah pertanda malapetaka yang besar dan dahsyat.

Memang problem dalam berumah tangga adalah sebuah suratan taqdir yang mesti ada dan terjadi. Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala telah menurunkan syariat-Nya untuk membimbing ke jalan yang diridhai dan dicintai-Nya. Jalan yang akan mengakhiri problem tersebut. Sebuah suratan yang tidak akan berubah dan tidak akan dipengaruhi oleh keadaan apapun.

Ujian dalam berumah tangga tentu akan lebih besar dibanding ujian yang menimpa individu. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya ketika menjelaskan tujuan ilmu sihir dipelajari dan diajarkan:

“Maka mereka mempelajari dari keduanya, apa yang dengan sihir itu, mereka dapat mencerai-beraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Al-Baqarah: 102)

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya. Yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya. Datang kepadanya seorang tentaranya lalu berkata: ‘Aku telah berbuat demikian-demikian.’ Iblis berkata: ‘Engkau belum berbuat sesuatu.’ Dan kemudian salah seorang dari mereka datang lalu berkata: ‘Aku tidak meninggalkan orang tersebut bersama istrinya melainkan aku pecah belah keduanya.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Lalu iblis mendekatkan prajurit itu kepadanya dan berkata: ‘Sebaik-baik pasukan adalah kamu.’ Al-A’masy berkata: ‘Aku kira, (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata: ‘Lalu iblis memeluknya.” (HR. Muslim no. 5302)

Bila iblis telah berhasil menghancurkannya, kemana sang anak mencari kasih sayang? Hidup akan terkatung-katung. Yang satu ingin mengayominya, yang lain tidak merestuinya. Alangkah malang nasibmu, engkau adalah bagian dari korban Iblis dan bala tentaranya.

Kalau demikian keras rencana busuk Iblis terhadap keluarga orang-orang yang beriman, kita semestinya berusaha mencari jalan keluar dari jeratan dan jaring yang dipasang oleh Iblis, yaitu dengan belajar ilmu agama.

Bahkan keluarga terbaik, mulia dan dibangun oleh seorang terbaik, imam para nabi dan rasul, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Ummahatul Mukminin, juga tak lepas dari duri-duri dalam berumah tangga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah marah kepada istri beliau ‘Aisyah dan Hafshah, sampai beliau memberikan takhyir (pilihan) kepada keduanya dan kepada istri-istri beliau yang lain: apakah tetap bersama beliau ataukah memilih dunia. Kemudian seluruh istri beliau lebih memilih bersama beliau. (lihat secara detail kisahnya dalam riwayat Al-Imam Al- Bukhari no. 4913, 5191 dan Muslim no. 1479)

Cerita menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu bersama putri beliau Fathimah radhiyallahu ‘anha –dan kita mengetahui kedudukan beliau berdua di dalam agama ini– juga tidak terlepas dari kerikil-kerikil berumah tangga.

Telah diceritakan oleh Sahl bin Sa’d As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Nama yang paling disukai oleh ‘Ali adalah Abu Turab. Dia senang sekali dengan nama yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Suatu hari, ‘Ali marah kepada Fathimah, lalu dia keluar dari rumah menuju masjid dan berbaring di dalamnya. Bertepatan dengan kejadian tersebut Rasulullah datang ke rumah putrinya, Fathimah, namun beliau tidak mendapatkan ‘Ali di rumah. “Mana anak pamanmu itu?”, tanya beliau. “Telah terjadi sesuatu antara aku dan dia, dan dia marah padaku lalu keluar dari rumah. Dia tidak tidur siang di sisiku,” jawab Fathimah. Rasulullah berkata kepada seseorang: “Lihatlah di mana Ali.” Orang yang disuruh tersebut datang dan mengabarkan: “Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur.” Rasulullah mendatanginya, yang ketika itu ‘Ali sedang berbaring dan beliau dapatkan rida`-nya (kain pakaian bagian atas) telah jatuh dari punggungnya. Mulailah beliau mengusap pasir dari punggungnya seraya berkata: “Duduklah wahai Abu Turab. Duduklah wahai Abu Turab.” (HR. Al-Bukhari no. 3703 dan Muslim no. 2409)

JUST DO IT…

Agaknya hakikat perkawinan kini makin tak mudah dipahami, menyusul makin banyaknva pasangan gampang menceraikan diri. Padahal, kalau kita buat daftar alasan mengapa orang memutuskan untuk menikah dan daftar alasan mengapa mereka bercerai, pasti akan ditemukan banyak overlaping pada kedua daftar tersebut.

Ketika menjemput teman di bandara sore tadi, tak sengaja saya mendapat pelajaran …berharga arti sebuah perkawinan. Di ruang tunggu, seorang pria paruh baya menenteng koper dan tas kecil tergopoh-gopoh menuju keluarga yang datang menjemputnya.

Sambil berjongkok ia memeluk anaknya yang kecil, perempuan usia lima tahun. Dari hangatnya pelukan erat anak-bapak ini tercermin betapa masing-masing amat rindu. “Apa kabar Dik? Papa kangen nih.” Sang anak tersipu-sipu, Adik juga kangen Pa.” Kemudian ia memandang si sulung. Bocah lelaki usia 10 tahun. “Wah, Dion sudah gede sekarang” ujarnya sambil merangkulnya. Mereka saling mengelus kepala. Adegan selanjutnya, adalah ciuman kasih si pria terhadap ibu kedua anaknya, layaknya pengantin baru.

Rasa iri terbersit di hati melihat adegan tersebut. “Sudah berapa tahun usia perkawinan Anda,” tanya saya kepada si pria.

“Kami sudah menikah selama 17 tahun,” jawabnya tanpa melepaskan gandengan tangan istrinya.

“Ngomong-ngomong, Anda pergi berapa lama sih?”

“Dua hari,” jawabnya singkat.

Saya terkejut mendengar jawaban itu. Betapa tidak, melihat kerinduan masing-masing dalam penyambutan mesra itu, saya pikir pria tadi sudah meninggalkan keluarganya selama berbulan-bulan.

“Mengapa Anda tanyakan hal itu,” tanya si pria melihat wajah saya termangu.

“Well, semoga saya bisa seperti Anda.”

“Jangan hanya berharap. Just Do It,” ujarnva berlalu.

Barangkali memang benar pernyataan Mignon McLaughlin jurnalis Amerika terkenal, sebuah perkawinan yang berhasil menuntut jatuh cinta berkali-kali tapi selalu pada orang yang sama.

Jangan Nodai Kebahagiaan dengan Dusta…

ari tolak ukur kebahagiaan yang berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lain, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi materi, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi kedudukan, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi keteguhan memegang sebuah kaidah dan prinsip dan ada pula keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi berbeda lainnya, namun dari semua itu bisa ditarik sebuah benang merah yang menurut hemat penulis bisa mengikat perbedaan pandangan dalam perkara kebahagiaan.

Kebahagiaan adalah terwujudnya harapan dan tertepisnya kekhawatiran. Jika dua perkara ini terealisasikan pada diri seseorang atau pada sebuah rumah tangga maka dia akan merasakan kebahagiaan. Satu dari keduanya tidak cukup menciptakan, jika harapan terwujud akan tetapi apa yang dikhawatirkan terjadi, atau sebaliknya apa yang dikhawatirkan tidak terjadi namun harapannya tidak terwujud, dalam kondisi ini kebahagiaan tidak terwujud sempurna. Walaupun penulis juga menyadari bahwa harapan dan kekhawatiran sebuah keluarga tidaklah sama dengan keluarga yang lain.

Meskipun apa yang diharapkan oleh seseorang dan apa yang dia khawatirkan beragam dan beraneka sehingga titik pertimbangan dalam menilai sebuah kebahagiaan secara otomatis beragam dan beraneka pula, namun penulis yakin bahwa para pembaca dengan keberagaman mereka menyetujui bahwa perkara di bawah ini merusak kebahagiaan dalam rumah tangga, menciderai jernihnya hubungan suami istri, memperkeruh beningnya jalinan kasih di antara anggotanya, bahkan bisa lebih parah dari itu tergantung beratnya perkara tersebut.

Berdusta berarti menyampaikan atau memberitakan sesuatu menyelisihi realita, bisa dengan kata-kata, bisa dengan perbuatan, bisa dengan isyarat atau bahasa tubuh bahkan bisa pula dengan diam.

Semua orang bahkan anak kecil sekali pun mengetahui bahwa dusta merupakan perangai tercela dan perbuatan buruk serta akhlak madzmumah. Dusta menyeret kepada fujur (perbuatan dosa) dan fujur menyeret ke neraka. Demikian peringatan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam terhadap akhlak tercela ini.

Dusta termasuk sebab ditolaknya perkataan, runtuhnya kepercayaan kepada pelakunya dan pandangan kepadanya dengan mata pengkhianatan, padahal kepercayaan dalam rumah tangga merupakan salah satu kunci kebahagiaannya. Apalah arti sebuah bangunan rumah tangga yang tidak didasari dengan sikap saling percaya karena adanya kedustaan dari salah seorang pilarnya atau keduanya, di mana dalam hal ini adalah suami dan istri?

Siapa pun sadar bahwa dusta sekecil apa pun akan menyeret kepada dusta berikutnya, sehingga tidak ada cara yang paling manjur menurut pendusta untuk menutupi dusta pertama selain dusta kedua dan begitu seterusnya. Hal ini karena dusta ibarat tambang pendek yang jika diruntut sebentar saja maka akan tertangkap ujungnya, demikian pula dengan dusta yang jika diruntut dengan sedikit kecermatan maka akan terkuak kedoknya, agar ujung tambang tidak tertangkap maka ia harus disambung, agar dusta tidak terkuak maka harus ditimpali dengan dusta yang baru, dan begitu seterusnya. Betapa buruknya sebuah perangai yang menyeret pelakunya kepada perangai berikutnya di mana kedua-duanya sama-sama buruk. Betapa susahnya hidup orang yang memilih jalan seperti ini.

Imam al-Mawardi berkata, “Dusta adalah kunci segala keburukan, dasar setiap celaan karena akibatnya yang buruk dan hasilnya yang busuk, ia menelurkan namimah dan namimah melahirkan kebencian dan kebencian menyeret kepada permusuhan, tidak ada rasa tenang dan aman dengan adanya permusuhan, dari sini maka dikatakan, qalla shidquhu fa qalla shadiquhu (sedikit kejujurannya maka sedikit pula kawannya).”

Penulis yakin bahwa Anda wahai pembaca yakin bahwa siapa pun tidak berharap didustai atau dikibuli. Anda pasti merasa sakit dan kecewa jika seseorang mendustai Anda. Sakit dan kecewa ini akan semakin tinggi dan berat jika ia terjadi dari orang yang telah Anda percayai, karena semakin tinggi sebuah kepercayaan semakin sakit sebuah pengkhianatan, sebagaimana semakin tinggi Anda jatuh semakin sakit pula yang Anda rasakan. Lalu siapa orang yang paling Anda percayai dalam kehidupan Anda? Bukankah dia adalah orang-orang terdekat Anda? Benar, pasangan hidup Anda. Bagaimana jika pasangan Anda ini mendustai Anda? Penulis yakin Anda telah mengantongi jawabnya, oleh karena itu jangan coba-coba mendustai. Jangan melakukan apa yang tidak Anda ingin dilakukan oleh pasangan Anda kepada Anda, termasuk dusta.

Di samping itu untuk apa Anda membohongi pasangan? Dengan alasan dan atas dasar apa Anda mendustainya? Dusta biasanya dilakukan oleh para pengecut yang tidak berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Bohong pada umumnya diperbuat oleh orang-orang rendah yang ingin kerendahannya tidak terungkap. Namun tahukah Anda bahwa pada saat kebohongan dan kedustaan itu terungkap, dan pasti terungkap, maka rasa kecewa dan rasa sakit dari korban kebohongan jauh lebih berat dibanding jika dia mengetahui apa adanya dari awal, jika dia mengetahui dari awal karena Anda tidak berdusta maka tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan tidak akan mempersoalkannya atau memakluminya karena dia sadar bahwa manusia tidak sempurna. Jadi untuk apa berdusta?

Dengan asumsi pasangan Anda akan marah dan kecewa jika Anda berterus-terang dan meninggalkan kedustaan dan kepalsuan, bahkan dia mungkin berubah sikap atau mungkin menghukum Anda, namun penulis jamin bahwa semua itu akan lebih besar, marah pasangan akan lebih besar, perubahan sikapnya akan lebih ekstrim dan hukumannya kepada Anda akan lebih berat pada saat dia mengetahui Anda telah mendustainya. Anda bukan anak kecil yang takut cubitan atau jeweran dari ibu jika dia berkata jujur bukan?

Rasa kecewa dan menyesal pada saat didustai benar-benar merusak kebahagiaan, menciderai ketenteraman dan menenggelamkan kepercayaan kepada pasangan. Sekali dua kali barangkali dimaklumi oleh pasangan, walaupun tidak semua pasangan bisa seperti itu, akan tetapi jika hal ini terus terulang, maka jangan pernah bermimpi meraih kebahagiaan dalam rumah tangga Anda, mendingan kalau pasangan tidak melakukan hal serupa, tetapi siapa yang berani jamin sementara manusia cenderung membalas. Semakin runyam perkaranya, semakin kusut benangnya, semakin becek tanah basahnya jika dusta telah berbalas dusta.

Stop kebohongan sekarang juga, kalimat bijak berkata, “Ash-shidqu manja wal kadzibu mahwa.” Jujur itu menyelamatkan dan dusta itu mencelakakan. Wallahu a’lam.

Jangan Seperti Pungguk Merindukan Rembulan

n impian setiap pemuda atau pemudi yang memasuki usia pernikahan bahkan yang sudah memasukinya adalah memperoleh suami shalih atau istri shalihah atau menjadikan pasangannya shalih, walaupun standar shalih mungkin berbeda antara satu orang dengan yang lain, menurut A mungkin si fulan shalih, belum tentu menurut B demikian, akan tetapi bagaimana pun keduanya sepakat berharap yang shalih dalam urusan pasangan hidup, perkara ini hampir tidak diperselisihkan oleh dua orang, karena ia termasuk perkara mendasar dalam bangunan dan tatanan rumah tangga yang akan diarungi oleh suami istri.

Keshalihan suami istri adalah modal dasar yang tidak bisa ditawar dalam menciptakan rumah tangga yang kata orang samarah (sakinah, mawaddah wa rahmah), ini tidak keliru sebab realita memang membuktikan demikian, sementara perkara-perkara selainnya hanya sebatas menunjang dan melengkapi yang tidak berarti tanpa adanya keshalihan. Apalah artinya ketampanan atau kecantikan tanpa keshalihan? Bisakah ia menjadikan rumah tangga tegak kokoh untuk seterusnya? Apalah artinya harta melimpah jika tidak dibarengi dengan keshalihan? Bisa-bisa ia malah menjadi sebab petaka dan sengsara. Jabatan atau kedudukan? Nasab dan keturunan? Setali tiga uang, tidak berbeda.

Menikah bukan untuk sesaat dua saat akan tetapi untuk masa masya Allah, walaupun ada pintu keluar darinya dengan talak dan khulu’, akan tetapi pintu ini bersifat dharurat, tidak patut dibuka dalam kondisi lapang, dan dalam perjalanan pernikahan tidak jarang terjadi rintangan dan sandungan, naik turun, senang susah, sedih gembira, semuanya terjadi, hanya keshalihan yang bisa membimbing suami dan istri untuk menyikapi semua itu dengan bijak yang pada akhirnya membawa kepada kebaikan bagi mereka berdua.

Dari sini maka Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam mengajak kaum muslimin agar mengedepankan keshalihan dalam memilih suami atau istri, walaupun ada faktor-faktor lain yang tidak keliru jika diperhatikan, akan tetapi perkara yang satu ini adalah yang terdepan, beliau bersabda kepada siapa pun yang berminat menikah,

ŲŖُŁ†ْŁƒَŲ­ُ Ų§Ł„Ł…َŲ±ْŲ£َŲ©ُ Ł„Ų£َŲ±ْŲØَŲ¹ٍ : Ł„ِŁ…َŲ§Ł„ِŁ‡َŲ§ ŁˆَŁ„ِŲ­َŲ³َŲØِŁ‡َŲ§ ŁˆَŲ¬َŁ…َŲ§Ł„ِŁ‡َŲ§ ŁˆَŁ„ِŲÆِŁŠْŁ†ِŁ‡َŲ§ ، ŁَŲ§ŲøْŁَŲ±ْ ŲØِŲ°َŲ§ŲŖِ Ų§Ł„ŲÆِّŁŠْŁ†ِ ، ŲŖَŲ±ِŲØَŲŖْ ŁŠَŲÆَŲ§Łƒَ

“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya, pilihlah pemilik agama niscaya kamu beruntung.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).

Kepada para wali sebagai pemegang hak menikahkan, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya melamar kepadamu maka nikahkanlah dia.” (Shahih at-Tirmidzi 3/305).

Setelah Anda sepakat mengedepankan keshalihan dalam perkara ini maka pertanyaan yang mungkin terbersit adalah bagaimana mendapatkan suami atau istri yang demikian?

Jawabannya mudah, hanya dengan sebuah langkah dasar yaitu jadikan diri Anda shalih terlebih dulu, hanya ini yang Anda perlukan. Sesederhana inikah teorinya? Benar. Penjelasannya begini.

Fakta umum yang berjalan dalam kehidupan ini adalah bahwa sesuatu cenderung kepada yang sepadan dan sesuai dengannya, begitu pula sebaliknya, sesuatu akan menghindar dari yang berbeda dengannya, semakin banyak dan besar titik-titik kesepadanan dan kesesuaian antara dua perkara atau antara dua orang, semakin dekat dan intens kecenderungan antara keduanya dan semakin besar perbedaan antara dua orang, semakin lebar jarak dan jurang di antara keduanya. Mudah saja, coba Anda melihat lembu, ia akan berkawan dan dekat kepada sesama lembu, karena titik kecocokan yang demikian besar di antara mereka, domba berkumpul dengan kawanannya dan begitu seterusnya. Anda melihat kerbau bergaul dengan ayam? Mengapa? Karena adanya titik perbedaan yang besar. Yang ingin penulis katakan bahwa kecenderungan dan kedekatan diawali dengan perasaan adanya kesamaan dan kesesuaian.

Setelah itu tariklah kesimpulan ini ke dalam alam pergaulan manusia, Anda melihat bahwa ternyata manusia cenderung kepada manusia yang memiliki sisi-sisi kesamaan dengan dirinya dan menjauh dari manusia yang memiliki titik perbedaan dengan dirinya. Para penggemar sepak bola berkumpul dengan sesama penggemar sepak bola, para penggemar hobi A berkumpul dengan sesamanya dan begitu seterusnya, sehingga terbentuk klub-klub, organisasi-organisasi, perkumpulan-perkumpulan, partai-partai atau apalah namanya, di mana titik kesamaanlah yang mendorong mereka ke sana. Lihatlah kepada diri Anda, dengan siapa Anda cenderung?

Jadi pada saat Anda menjadikan diri sebagai orang yang shalih berarti secara ototmatis Anda telah memiliki pasword untuk masuk ke dalam lingkaran orang-orang shalih dan mempunyai titik kesamaan dengan mereka serta mempunyai peluang besar untuk menjadi bagian dari mereka dengan mendapatkan salah seorang dari mereka. Dan Anda perlu tahu bahwa dari semua perkara yang mengumpulkan dan menyatukan kawanan manusia dengan sesama, yang paling kuat adalah kebaikan atau keshalihan. Selainnya hanya bersifat temporal, orang-orang yang disatukan karena harta misalnya, akan bubar seiring dengan lenyapnya harta, orang-orang yang dikumpulkan karena kesenangan, akan buyar seiring dengan berubahnya kesenangan. Tetapi orang-orang yang diikat oleh keshalihan akan selalu terikat sekuat keshalihan itu sendiri.

Kebaikan berjodoh dengan kebaikan, orang-orang yang baik berjodoh dengan orang-orang yang baik, keburukan berdampingan dengan keburukan, orang-orang yang buruk berkawan dengan orang-orang buruk, ini sudah menjadi sunnatullah dalam kehidupan.

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An-Nur: 3).

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (An-Nur: 26).

Dalam sejarah pernikahan kita melihat orang yang paling shalih Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam, para pendampingnya adalah para wanita shalihah, kita melihat putri-putri beliau yang shalihah berjodoh dengan para suami yang shalih pula, para sahabat-sahabat beliau yang shalih beristri wanita-wanita yang sepadan dan selevel dengan mereka dan begitu seterusnya. Maka jika Anda berhasrat memperoleh pasangan yang shalih, shalihkan diri Anda agar hasrat Anda ini terwujud sehingga Anda tidak menggantang asap, layaknya pungguk merindukan rembulan.

Inilah keadilan dan kebijaksanaan, dua perkara yang sejenis tersatukan, dua hal yang sepadan terkumpul dan dua orang yang shalih dipertemukan. Wallahu a’lam.

Melajang, Nikmat atau Adzab?

ng menggeliat, gaya hidup ini semakin ngetrend, lebih-lebih di kalangan anak-anak muda perkotaan, yang berkantong tipis dari mereka memilih jalan ini karena menganggap bisa meringankan beban hidup, lebih-lebih dalam keadaan ekonomi nasional yang belum menggembirakan, cari kerjaan susah minta ampun, (eh minta ampunnya kepada siapa ya?), harga-harga tidak mau kalah dengan pesawat terbang yang hampir tiap hari naik, susah dan berat. Sebuah kondisi yang ikut menyuburkan kecenderungan kepada gaya hidup yang satu ini.

“Boro-boro menikah kemudian ngasih makan anak bini, lha hidup sendiri saja sudah susah, hanya cukup buat makan doang. Mendingan sendiri dulu lah, beban bisa ringan.” Begitu kira-kira dalih kelompok kantong tipis ini. Di seberang mereka adalah kelompok berfulus dengan kantong tebal, kelompok tajir, tidak kalah berkilah, “Buat apa buru-buru menikah, harus ngrusi ini dan itu, memperhatikan istri dan anak-anak, ribet ahh, mendingan enjoy dulu lha, masalah pasangan kan gak kudu menikah.”

Tentu dalih di atas adalah dalih dari orang-orang yang belum tersentuh dakwah dengan benar, belum beriltizam kepada syariat dengan teguh, karena bila sebaliknya maka seseorang akan merasakan betapa beratnya memilih cara hidup melajang, dari mana beratnya? Ya dari sisi godaan dan fitnah lawan jenis. Anda masih normalkan? Lebih-lebih di negeri ini, negeri yang laki-laki dan perempuannya campur baur alias ikhtilath di segala lini kehidupan, di ladang pekerjaan, di fasilitas-fasilitas umum, semuanya tersedia laki-laki dengan wanita tanpa pemisah, seorang muslim mau dan tidak mau harus, demikian pula seorang muslimah, bila iman tidak kuat maka urusannya jadi nambah dosa melulu, ia nggak? Kapan ya syariat di negeri ini diterapkan sehingga ada aturan pembagian pekerjaan sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i dan selanjutnya ada pemisahan antara laki-laki dengan wanita di lapangan?

Bagi orang yang beriman kesendirian bisa menggerogoti iman dan menipiskannya, lebih-lebih bila yang bersangkutan berada di dunia yang isinya kaum hawa melulu, bila tak pandai-pandai menjaga jendela dunia yaitu pandangan mata maka dalam sekejap bisa terjebak ke dalam kubangan dosa. Anda sebagai laki-laki, keluar rumah untuk suatu hajat, Anda tersuguhi oleh pemandangan yang tidak syar’i namun sulit untuk menghindari, berpaling dari satu arah, kena di arah yang lain, serba salah jadinya, apa harus merem alias memejamkan mata ya?

Dari sisi syar’i ini membujang atau melajang berbahaya dan beresiko, maka tidak ada jalan lain selain meninggalkannya dan mengambil jalan lain yaitu menikah bila kemampuan sudah ada, menikah meminimalkan fitnah dan menjaga diri dari godaan setan yang terkutuk. Disayangkan bila kita berupaya menjadi orang baik, lalu kebaikan tersebut tergerus hanya karena benteng diri lewat pernikahan tidak kita miliki.

Sebagian orang yang jahil dan belum paham benar agama memandang salah terhadap pernikahan. Pernikahan yang memiliki target luhur dan mulia dianggap hanyalah kesepakatan di antara manusia, bukan syariat Ilahi Tuhan penguasa alam raya, anggapan bahwa menikah hanyalah mubah, sehingga sah-sah saja bila tidak menikah. Padahal dalam tatanan syariat Ilahi Rabbi, menikah adalahmitsaqan ghalizhah, akad agung yang menyatukan antara bani Adam dengan binti Hawa dalam sebuah hubungan suci, tanggung jawab dan membahagiakan.

Sebagian orang jahil masih beranggapan bahwa menikah hanya pengekangan terhadap kebebasan pergaulan, hanya sebatas pelampiasan nafsu belaka dengan kedok akad, intinya menikah bukan sesuatu yang menguntungkan, atau paling tidak lebih banyak nomboknya atau ruginya.

Sebuah anggapan keliru yang patut diluruskan, anggapan yang tertolak oleh kenyataan dan fakta lapangan, okelah saya mengalah kepada mereka, anggap menikah merugikan, namun apa iya manusia dalam jumlah yang sangat banyak dan menjalani hidupnya dengan menikah merasa rugi? Tanyakan kepada mereka, ternyata jawabannya sebaliknya, “Rugi kamu tidak segera menikah.” Itu jawabannya, atau tidak usah mencari jawaban, karena pilihan menikah itu sendiri sudah merupakan jawaban yang membuktikan bahwa menikah itu menguntungkan dan menyelamatkan.

Saya bertanya kepada orang-orang yang memilih membujang, ke mana Anda menyalurkan hasrat? Hanya ada satu cara selain menikah, berzina. Naudzubillah, dan sepertinya demikian. Sebuah perbuatan keji dan jalan buruk yang dimurkai Rabbil alamin.

Saya tidak memungkiri ada di antara anak-anak muda yang membujang karena terpaksa. Terpaksa karena niatan menikah ada bahkan kuat, namun himpitan kondisi sekitar belum memungkinkannya menikah. Mengurus bapak atau ibu yang sakit-sakitan, belum ketemu jodoh, membiayai adik-adik yang berjumlah banyak dan alasan-alasan lain yang tidak mengada-ada. Bisa dimaklumi dan tidak terkesan mengada-ada demi mencari kesenangan hidup yang bebas, namun harus tetap berusaha untuk menunaikan sunnah Ilahiyah yang mulia ini. Kepada mereka yang keadaannya demikian, saya doakan semoga bisa mengatasinya dan segera mereguk nikmatnya anggur pernikahan.

Istriku, Jagalah Shalatmu…!


g muslimah masuk ke dalam gerbang pernikahan, dia masuk ke dalam ladang ibadah, betapa tidak sementara pernikahan itu sendiri pada dasarnya merupakan ibadah. Ketaatan dan kepatuhan muslimah kepada suami, pelayanan dan pengabdiannya kepadanya, usahanya untuk membuat suami rela dan bahagia, semua itu menyaingi dan menandingi ibadah-ibadah besar semacam jihad, haji, menghadiri Jum’at dan jamaah. Bahkan respon baik yang ditunjukkan seorang istri kepada suami pada saat suaminya menginginkan dirinya merupakan lahan ibadah untuk mereka berdua.

Lahan ini akan semakin meluas manakala Allah berkenan menitipkan buah hati hasil kasih sayang suami istri. Seorang muslimah memperoleh kesibukan atau tugas baru sebagai calon ibu. Menjaga anak di dalam kandungannya selama sembilan bulan. Melahirkannya ke alam dunia dengan susah payah. Menyusui, merawatnya dan mendidiknya sehingga anak mampu melakukan kebutuhannya sehari-hari. Semua ini merupakan ladang pahala bagi ibu yang lebar lagi subur, tiada tertandingi dan tidak diraih bahkan oleh suami sekali pun. Belum lagi dalam keadaan demikian, suami juga menuntut haknya yang mengharuskan istri menunaikan kewajibannya. Belum lagi jika sang adik menyusul, adiknya lagi menyusul dan seterusnya.

Tidak dipungkiri bahwa semua itu merupakan peluang ibadah yang lebar bagi ibu jika dijalani dengan keikhlasan dan kelapangan hati. Namun semua itu adalah lahan ibadah hablum minan nas, terkait dengan manusia dan dalam hal ini adalah manusia terdekat dengan sang ibu, keluarga: suami dan anak-anak. Padahal idealnya adalah keseimbangan antara kedua hak dan kewajiban tersebut. Tidak jarang sang ibu merasa kurangnya alokasi waktu untuk kewajiban yang kedua ini atau dia melihat rada sulit untuk menyeimbangkan keduanya karena kesibukan yang pada umumnya sudah tersedot kepada kewajiban yang pertama.

Ibu tidak perlu cemas dan khawatir, masih ada celah dan peluang untuk dimanfaatkan, kembali kepada kita sendiri, bersediakah kita memanfaatkan celah walaupun itu tidaklah lebar, maukah kita menggunakan peluang meskipun ia juga tidak banyak. Kuncinya adalah kita sendiri. Baik-baik memanfaatkan dan mengatur. Salah satu ibadah terpenting yang kudu dijaga oleh para ibu adalah shalat.

Ini adalah ladang ibadah bagi seorang ibu. Penulis mengerti bahwa seorang muslimah niscaya shalat. Namun terkadang, karena kesibukan mengurusi sana-sini di dalam rumah, seorang muslimah baru bisa shalat pada saat waktu hampir habis. Ini jangan sampai terjadi. Di sini perlunya seorang ibu memanfaatkan waktu jeda di sela-sela kesibukannya. Akan lebih utama jika ibu bisa melaksanakan shalat di awal waktu karena dengan itu dia telah menunaikan hak Rabbnya dan setelahnya dia bisa fokus kepada kesibukannya tanpa terbebani kewajiban yang belum tertunaikan.

Dari Abdurrahman bin Auf berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,

Ų„ِŲ°َŲ§ ŲµَŁ„َّŲŖِ Ų§Ł„Ł…َŲ±ْŲ£َŲ©ُ Ų®َŁ…ْŲ³َŁ‡َŲ§ ŁˆَŲµَŲ§Ł…َŲŖْ Ų“َŁ‡ْŲ±َŁ‡َŲ§ ŁˆَŲ­َŲµَŁ†َŲŖْ ŁَŲ±ْŲ¬َŁ‡َŲ§ ŁˆَŲ£َŲ·َŲ§Ų¹َŲŖْ ŲØَŲ¹ْŁ„َŁ‡َŲ§ ŲÆَŲ®َŁ„َŲŖْ Ł…ِŁ†ْ Ų£َŁŠِّ Ų£َŲØْŁˆَŲ§ŲØِ Ų§Ł„Ų¬َŁ†َّŲ©ِ Ų“َŲ§Ų”َŲŖْ .

“Jika seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya dia masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan.” Diriwayatkan oleh Ahmad nomor 1661, hadits hasan lighairihi.

Perhatikanlah wahai ibu bagaimana Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjadikan menjaga shalat dari seorang wanita muslimah termasuk ibu sebagai salah satu sebab diraihnya surga Allah. Maka tidak lagi ada alasan setelah ini dengan sibuk ini, sibuk itu sehingga ibadah yang mulia ini terbengkalai.

Penting pula diperhatikan bagi ibu terkait dengan menjaga shalat fardhu ini, yaitu menjaga shalat penyempurnanya, shalat rawatib qabliyah dan ba’diyah terutama yang muakkad yaitu sepuluh rakaat: dua sebelum Shubuh, dua sebelum Zhuhur dan dua setelahnya, dua ba’da Maghrib dan dua ba’da Isya`. Dari sepuluh ini yang paling muakkad lagi adalah dua qabla Shubuh, di mana Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa ia lebih utama daripada dunia dan segala isinya.

Penting pula diperhatikan oleh ibu terkait dengan menjaga shalat, bahwa sebaik-baik tempat shalat bagi wanita adalah rumahnya, meskipun hadir ke masjid untuk shalat tidak dilarang, namun yang lebih utama bagi ibu adalah rumah. Semakin tersembunyi tempat shalat bagi seorang wanita, semakin utama tempat tersebut.

Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik masjid (tempat shalat) bagi wanita adalah di dalam rumahnya.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan al-Hakim, dia berkata, “Sanadnya shahih.”.

Hanya dengan satu nomor ini seorang ibu bisa merengkuh tiga keutamaan sekaligus. Menjaga shalat lima waktu, menjaga shalat rawatib dan melaksanakannya di tempat terbaik yaitu rumah.

Termasuk dalam hal ini adalah melaksanakan shalat-shalat penunjang, maksud penulis adalah shalat-shalat yang tidak berbarengan dengan shalat-shalat fardhu, seperti shalat dhuha, dua rakaat sunnah adzan, dua rakaat ba’da wudhu, shalat witir, qiyamul lail. Shalat ini mempunyai keutamaan-keutamaan tersendiri secara khusus di samping keutamaan umum yaitu menambal kekurangan yang terjadi di dalam shalat fardhu.

Shalat dhuha misalnya, waktunya sesuai dengan namanya yaitu waktu dhuha. Pada waktu tersebut biasanya ibu mempunyai jeda waktu. Pekerjaan rumah biasanya sudah rampung, suami berangkat kerja, anak-anak di sekolah, kalau anak masih menyusu biasanya pada waktu tersebut dia sedang tidur. Inilah peluang bagi ibu. Hendaknya dia tidak menyia-nyiakannya. Cukup dua rakaat atau empat rakaat saja. Tidak mengambil waktu lama bukan?

Cukup disayangkan jika shalat ini dilewatkan begitu saja, karena ia adalah shalat awwabin, orang-orang yang selalu kembali kepada Allah dengan taubat. Ia adalah salah satu wasiat Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam kepada Abu Hurairah yang selalu dia jaga. Ia mencukupi kewajiban sedekah setiap pagi untuk setiap persendian Bani Adam yang berjumlah tiga ratus enam puluh. Ia adalah penjamin meraih jaminan pencukupan dari Allah di akhir hari. Semua keutamaan ini diriwayatkan secara shahih dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam.

Shalat witir misalnya, ia adalah shalat yang dicintai oleh Allah karena Allah adalah witir. Ia adalah shalat ahlul qur’an, demikian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berbicara kepada mereka pada saat beliau menganjurkan shalat ini. Ia adalah salah satu wasiat Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam kepada Abu Hurairah yang selalu dia jaga. Agar lebih mudah maka ibu bisa melaksanakan shalat ini setelah shalat Isya` atau sebelum tidur, seperti yang dilakukan oleh Abu Hurairah.

Dua rakaat ba’da wudhu misalnya, jika ia dilaksanakan dengan khusu’ maka ia menjadi sebab ampunan bagi dosa-dosa yang telah berlalu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Usman bin Affan berkata, “Aku melihat Rasulullah shsllallohu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya –maksudnya adalah khusu’- di dalamnya maka dosanya yang telah berlalu diampuni.”

Shalat ini yang menjadikan Bilal masuk surga di mana Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendengar suara sepasang sandalnya. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bilal, “Wahai Bilal, katakan kepadaku tentang amalan yang paling bisa diharapkan yang kamu lakukan dalam Islam, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di depanku di surga.” Bilal menjawab, “Aku tidak melakukan suatu amal yang paling bisa diharapkan menurutku daripada shalat sebanyak apa yang telah ditulis bagiku untuk melakukannya dan itu aku lakukan setiap aku bersuci kapan pun, di suatu waktu di malam atau siang hari.”

Ini semuanya menunjukkan kepada kita semuanya betapa besar dan pentingnya ibadah shalat dalam Islam, maka sangat tidak patut bila sebagai muslimah menyia-nyiakannya. Wallahu a’lam.

Wasiat Seorang Ibu Kepada Putrinya Yang Akan Merasakan Mahligai Malam Pertama



Al-'Abaas bin Khoolid As-Sahmi berkata :

"Tatkala 'Amr bin Hajr mendatangi 'Auf bin Mahlam As-Syaibaani untuk melamar putrinya yaitu Ummu Iyaas, maka 'Auf berkata, "Aku akan menikahkan putriku kepadamu dengan syarat aku yang akan memberi nama putra-putranya dan aku yang akan menikahkan putri-putrinya kelak". Maka 'Amr bin Hajr berkata, Adapun putra-putra kami maka kami menamakan mereka dengan nama-nama kami dan nama-nama bapak-bapak kami dan nama-nama paman-paman kami. Adapun putri-putri kami maka yagn akan menikahi mereka adalah yang setara dengan mereka dari kalangan kerajaan, akan tetapi aku akan memberikan kepadanya mahar sebuah bangunan di Kindah, dan aku akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaumnya, tidak seorangpun dari mereka yang akan ditolak hajatnya". Maka sang ayah ('Auf) pun menerima mahar tersebut lalu menikahkan 'Amr dengan putrinya Ummu Iyaas.



Tatkala 'Amar akan membawa sang putri maka datanglah sang ibu menasehati empat mata kepada sang putri seraya berkata:



Ų£َŁŠْ ŲØُŁ†َŁŠَّŲ©ِ، Ų„ِŁ†َّŁƒِ ŁَŲ§Ų±َŁ‚ْŲŖِ ŲØَŁŠْŲŖَŁƒِ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠ Ł…ِŁ†ْŁ‡ُ Ų®َŲ±َŲ¬ْŲŖِ، ŁˆَŲ¹َŲ“ِّŁƒِ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠ ŁِŁŠْŁ‡ِ ŲÆَŲ±َŲ¬ْŲŖِ، Ų„ِŁ„َŁ‰ Ų±َŲ¬ُŁ„ٍ Ł„َŁ…ْ ŲŖَŲ¹ْŲ±ِŁِŁŠْŁ‡ِ، ŁˆَŁ‚َŲ±ِŁŠْŁ†ٍ Ł„َŁ…ْ ŲŖَŲ£ْŁ„َŁِŁŠْŁ‡ِ، ŁَŁƒُŁˆْŁ†ِŁŠ Ł„َŁ‡ُ Ų£َŁ…َŲ©ً ŁŠَŁƒُŁ†ْ Ł„َŁƒِ Ų¹َŲØْŲÆًŲ§، ŁˆَŲ§Ų­ْŁَŲøِŁŠ Ł„َŁ‡ُ Ų®ِŲµَŲ§Ł„Ų§ً Ų¹َŲ“ْŲ±Ų§ً ŁŠَŁƒُŁ†ْ Ł„َŁƒِ Ų°ُŲ®ْŲ±َŲ§

"Wahai putriku, sesungguhnya engkau telah meninggalkan rumahmu -yang di situlah engkau dilahirkan dan sarangmu tempat engkau tumbuh- kepada seorang lelaki asing yang engkau tidak mengenalnya dan teman (*hidup baru) yang engkau tidak terbiasa dengannya. Maka jadilah engkau seorang budak wanita baginya maka niscaya ia akan menjadi budak lelakimu. Hendaknya engkau memperhatikan dan menjaga 10 perkara untuknya maka niscaya akan menjadi modal dan simpananmu kelak.

Ų£َŁ…َّŲ§ Ų§Ł„ْŲ£ُŁˆْŁ„َŁ‰ ŁˆَŲ§Ł„Ų«َّŲ§Ł†ِŁŠَŲ©ُ: ŁَŲ§Ł„ْŲ®ُŲ“ُŁˆْŲ¹ُ Ł„َŁ‡ُ ŲØِŲ§Ł„ْŁ‚َŁ†َŲ§Ų¹َŲ©ِ، ŁˆَŲ­ُŲ³ْŁ†ِ Ų§Ł„Ų³َّŁ…ْŲ¹ِ Ł„َŁ‡ُ ŁˆَŲ§Ł„Ų·َّŲ§Ų¹َŲ©ِ

"Adapun perkara yang pertama dan kedua adalah (1) Tunduk kepadanya dengan sifat qonaah, serta (2) mendengar dan taat dengan baik kepadanya"

ŁˆَŲ£َّŁ…َّŲ§ Ų§Ł„Ų«َّŲ§Ł„ِŲ«َŲ©ُ ŁˆَŲ§Ł„Ų±َّŲ§ŲØِŲ¹َŲ©ُ: ŁَŲ§Ł„ŲŖَّŁَŁ‚ُّŲÆُ Ł„ِŁ…َŁˆْŲ¶ِŲ¹ِ Ų¹َŁŠْŁ†ِŁ‡ِ ŁˆَŲ£َŁ†ْŁِŁ‡ِ، ŁَŁ„Ų§َ ŲŖَŁ‚َŲ¹ُ Ų¹َŁŠْŁ†ُŁ‡ُ Ł…ِŁ†ْŁƒِ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ł‚َŲØِŁŠْŲ­ٍ، ŁˆَŁ„Ų§َ ŁŠَŲ“ُŁ…ُّ Ł…ِŁ†ْŁƒِ Ų„ِŁ„Ų§َّ Ų£َŲ·ْŁŠَŲØَ Ų±ِŁŠْŲ­ٍ

"Adapun perkara yang ketiga dan keempat yaitu engkau memperhatikan pandangan dan ciumannya, maka (3) jangan sampai matanya melihat sesuatu yang buruk dari dirimu dan (4) jangan sampai ia mencium darimu kecuali bau yang terharum"

ŁˆَŲ£َŁ…َّŲ§ Ų§Ł„ْŲ®َŲ§Ł…ِŲ³َŲ©ُ ŁˆَŲ§Ł„Ų³َّŲ§ŲÆِŲ³َŲ©ُ: ŁَŲ§Ł„ŲŖَّŁَŁ‚ُّŲÆُ Ł„ِŁˆَŁ‚ْŲŖِ Ł…َŁ†َŲ§Ł…ِŁ‡ِ ŁˆَŲ·َŲ¹َŲ§Ł…ِŁ‡ِ، ŁَŲ„ِŁ†َّ Ų­َŲ±َŲ§Ų±َŲ©ُ Ų§Ł„ْŲ¬ُŁˆْŲ¹ِ Ł…ُŁ„ْŁ‡ِŲØَŲ©ٌ، ŁˆَŲŖَŁ†ْŲŗِŁŠْŲµَ Ų§Ł„Ł†َّŁˆْŁ…ِ Ł…ُŲŗْŲ¶ِŲØَŲ©ٌ

"Adapun perkara yang kelima dan keenam adalah (5 & 6) memperhatikan waktu tidurnya dan makannya, karena panasnya lapar itu membakar dan kurangnya tidur menimbulkan kemarahan"

ŁˆَŲ£َŁ…َّŲ§ Ų§Ł„Ų³َّŲ§ŲØِŲ¹َŲ©ُ ŁˆَŲ§Ł„Ų«َّŲ§Ł…ِŁ†َŲ©ُ: ŁَŲ§Ł„Ų§ِŲ­ْŲŖِŁَŲ§Ųøُ ŲØِŁ…َŲ§Ł„ِŁ‡ِ، ŁˆَŲ§Ł„ْŲ„ِŲ±ْŲ¹َŲ§Ų”ُ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų­َŲ“ْŁ…ِŁ‡ِ ŁˆَŲ¹ِŁŠَŲ§Ł„ِŁ‡ِ، ŁˆَŁ…ِŁ„Ų§َŁƒُ Ų§Ł„ْŲ£َŁ…ْŲ±ِ ŁِŁŠ Ų§Ł„ْŁ…َŲ§Ł„ِ Ų­ُŲ³ْŁ†ُ Ų§Ł„ŲŖَّŁ‚ْŲÆِŁŠْŲ±ِ، ŁˆَŁِŁŠ Ų§Ł„ْŲ¹ِŁŠَŲ§Ł„ِ Ų­ُŲ³ْŁ†ُ Ų§Ł„ŲŖَّŲÆْŲØِŁŠْŲ±ِ

"Adapun perkara ketujuh dan kedelapan ; (7) menjaga hartanya dan (8) perhatian terhadap kerabatnya dan anak-anaknya. Dan kunci pengurusan harta adalah penempatan harta sesuai ukurannya dan kunci perhatian anak-anak adalah bagusnya pengaturan"

ŁˆَŲ£َŁ…َّŲ§ Ų§Ł„ŲŖَّŲ§Ų³ِŲ¹َŲ©ُ ŁˆَŲ§Ł„ْŲ¹َŲ§Ų“ِŲ±َŲ©ُ: ŁَŁ„Ų§َ ŲŖَŲ¹ْŲµِŁ†َّ Ł„َŁ‡ُ Ų£َŁ…ْŲ±ًŲ§ ŁˆَŁ„Ų§َ ŲŖَŁْŲ“ِŁ†َّ Ł„َŁ‡ُ Ų³ِŲ±ًّŲ§، ŁَŲ„ِŁ†َّŁƒِ Ų„ِŁ†ْ Ų®َŲ§Ł„َŁْŲŖِ Ų£َŁ…ْŲ±َŁ‡ُ Ų£َŁˆْŲŗَŲ±ْŲŖِ ŲµَŲÆْŲ±َŁ‡ُ، ŁˆَŲ„ِŁ†ْ Ų£َŁْŲ“َŁŠْŲŖِ Ų³ِŲ±َّŁ‡ُ Ł„َŁ…ْ ŲŖَŲ£ْŁ…َŁ†ِŁŠ ŲŗَŲÆْŲ±َŁ‡ُ

"Adapun perkara yang kesembilan dan kesepuluh adalah (9) janganlah sekali-kali engkau membantah perintahnya dan (10) janganlah sekali-sekali engkau menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya maka engkau akan memanaskan dadanya, dan jika engkau menyebarkan rahasianya maka engkau tidak akan aman dari pengkhianatannya"

Ų«ُŁ…َّ Ų„ِŁŠَّŲ§Łƒِ ŁˆَŲ§Ł„ْŁَŲ±َŲ­َ ŲØَŁŠْŁ†ِ ŁŠَŲÆَŁŠْŁ‡ِ Ų„ِŲ°َŲ§ ŁƒَŲ§Ł†َ Ł…ُŁ‡ْŲŖَŁ…ًّŲ§، ŁˆَŲ§Ł„ْŁƒَŲ¢ŲØَŲ©َ ŲØَŁŠْŁ†َ ŁŠَŲÆَŁŠْŁ‡ِ Ų„ِŲ°َŲ§ ŁƒَŲ§Ł†َ ŁَŲ±ِŲ­Ų§ً.

"Kemudian hati-hatilah engkau jangan sampai engkau gembira tatkala ia sedang bersedih, dan janganlah bersedih tatkala ia sedang bergembira."

Al-'Abaas bin Khoolid As-Sahmi berkata, "Maka kemudian Ummu Iyaas pun melahirkan bagi 'Amr bin Hajr anaknya yang bernama Al-Haarits bin 'Amr, yang ia merupakan kakek dari Umrul Qois penyair dan pujangga yang tersohor."

(Dari kitab Al-'Aqd Al-Fariid karya Al-Faqiih Ahmad bin Muhammad bin Abdi Robbihi Al-Andaluusi, tahqiq : DR Mufiid Muhammad, jilid 7 hal 89-90, Daarul Kutub al-'Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1983)

Temukan Jodohmu, Siapa Takut..?

ah bersuami atau beristri, barangkali Anda kurang tertarik dengan judul ini, gak masalah karena bukan kepada Anda makalah ini saya tulis, akan tetapi untuk yang belum berjodoh, atau yang sudah beristri namun masih ingin matsna atau tsulatsa atau ruba’a.

Orang-orang berkata, “Jodoh di tangan Allah.” Tidak salah, tetapi bukan berarti pasrah, berpangku tangan,nrimo ing pandum, sebaliknya harus diupayakan, ikhtiar sebatas kemampuan dan meyakini bahwa dengan ikhtiar sungguh-sungguh jodoh akan mendekat bahkan diambang pintu.

Aktif Bergaul

Kurang pergaulan termasuk salah satu sebab seseorang sulit dan jauh jodoh. Seseorang boleh cantik, boleh shalih, boleh tampan, tetapi kalau hidup di hutan sendirian, sehingga tidak ada yang tahu tentangnya, siapa yang mau dengannya? Tahu saja nggak. Sebaliknya ada seseorang yang biasa-biasa saja, tampang mepet, rizki ala kadarnya, namun karena dia aktif dan supel, dan Allah mentakdirkan, jodohnya pun mudah.

Banyak manfaat dari keaktifan seseorang dalam pergaulan, hanya saja tetap harus dipahami etika pergaulan syariat, jangan hanya karena ngejar jodoh lalu kaidah-kaidah syar’i di bidang ini dicampakkan, model pergaulan ikhtilath bukan pilihan baik, tidak bagus sebagai pintu jodoh, aktif dalam pengajian merupakan salah satu contoh pergaulan yang syar’i, ilmu bertambah, rekan pun bertambah. Tetapi lahan ini pun tidak steril dari penyimpangan, sebagian kalangan yang aktif di lahan orang organisasi dakwah mengambil kerja sambilan, berdakwah sambil berpacaran, sambil menyelam minum air, hatinya terasa gatal sekalipun sedang di lahan dakwah, sehingga dia pun ikut-ikutan rendang-rendeng dengan wanita yang bukan siapa-siapanya. Bukan teladan yang baik, karena sebenarnya dakwah ya dakwah saja, ikhlas, tidak usah diaduk dengan penyimpangan tindakan semacam itu.

Termasuk aktif bergaul adalah membuka jalinan silaturrahim secara lebih intensif, meminta bantuan kerabat, teman dekat atau ustadz, ya namanya usaha asalkan halal, maksud saya tidak melanggar rambu-rambu syariat kan no problem, tidak perlu malu, karena malu itu semestinya dari sesuatu yang haram. Ikut biro jodoh? Itu juga termasuk usaha, tetapi pilih yang aturan mainnya syar’i. Semua itu termasuk ke dalam kriteria aktif bergaul yang semoga mempermudah jalan mendapatkan pasangan.

Belajar

Cantik atau tampan merupakan syarat orang-orang awam dalam memilih pasangan, namun bukan nomor satu di kalangan para shalihin dan shalihat, karena mereka ini menyadari sepenuhnya anjuran teladan mulia mereka, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk mengedepankan agama di atas harta, nasab, kedudukan dan kecantikan.

Belajar adalah pintu ilmu, laki-laki atau wanita yang berilmu karena mau belajar, insya Allah akan mudah jodohnya, sana-sini memintanya untuk menjadi menantunya. Memang belajar agama untuk mudah jodoh menafikan ikhlas dan itu tidak patut, tetapi orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya memiliki kedekatan kepada Allah dan kecintaan dariNya kepadanya, hal ini secara serta-merta membuka inayah (perhatian) dan pertolongan Allah kepada yang bersangkutan, salah satunya –siapa yang tahu- dalam urusan jodoh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kan sudah menyatakan bahwa menuntut ilmu memudahkan jalan ke surga, dan menikah dengan niat ibadah juga merupakan jalan ke surga, bisa dipastikan Allah akan memudahkan.

Bersih Penampilan

Berpenampilan rapih dan bersih tentu menarik hati orang yang melihat, berpenampilan kumal dan kotor tentu menyebalkan, lebih-lebih bila ditambah dengan BB (bau badan) yang naudzu billah, siapa yang dekat?

Salah satu sebab penolakan lamaran laki-laki kepada wanita adalah karena si laki-laki tidak memperhatikan penampilan diri, padahal bila dia mau sedikit memoles diri dengan menyisir rambutnya, merapikan dan membersihkan pakaiannya, ditambah sedikit semprotan minyak wangi yang soft, bisa jadi hasil berbeda.

Islam agama kebersihan, mengajak muslim dan muslimah untuk menjauh kotor, jorok dan bau, sebaliknya menjaga kebersihan, keindahan dan keharuman, jiwa manusia menyukai semua itu, tetapi Anda juga tidak perlu, dalam rangka ini, berpenampilan seperti orang-orang awam pada umumnya, lebih-lebih nyalon, tidak usah, buang-buang duit, israf yang dilarang.

Penampilan yang paling bisa diandalkan adalah kemuliaan akhlak, tutur kata dan tindakan yang dilambari ilmu syar’i, Anda bisa bayangkan seseorang yang berbudi luhur, berilmu, kata-katanya terjaga, tindakannya terukur, sekalipun mungkin dari sisi ketampanan biasa-biasa saja, namun dengan kelebihannya di sisi yang lain, dia bisa menjadi luar biasa, menarik orang untuk menjalin suatu hubungan dengannya.

Pola Hidup Sehat

Pernikahan menyeret kewajiban dan tanggung jawab, nafkah lahir dan batin bagi laki-laki adalah salah satunya dan modal utama dalam hal itu adalah kesehatan. Ya jelas, mana mungkin seorang suami atau istri bisa menunaikan kewajiban itu bila dia tidak memiliki modal kesehatan.

Dalam taraf memilih, seseorang akan menomorsatukan sesuatu yang sehat dan meninggalkan sesuatu yang cacat, bila seseorang mengetahui pilihannya sakit, maka mungkin dia akan membatalkannya. Ketampanan atau kecantikan menjadi kurang berarti saat pemiliknya tidak sehat. Tidak keliru, karena bagaimana pun mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.

Dari sini perlunya seseorang yang sehat menjaga kesehatannya dengan cara-cara yang tidak menganggu ibadahnya dan bagi yang sakit, hendaknya tidak malas untuk berobat, karena ‘daya jual’ seorang pemuda atau gadis yang sakit-sakitan jelas pasti menurun. Pria lebih memilih gadis yang sehat sekalipun kurang cantik daripada gadis yang cantik tetapi tidak sehat dan sebaliknya.

Berdoa

Usaha sebatas kemampuan sudah dilakukan, maka kuatkanlah usaha Anda dengan doa, karena doa juga termasuk usaha, bahkan bisa jadi prosentase keberhasilannya lebih lebar, pilih waktu-waktu mustajab, lengkapi diri dengan sebab-sebab doa mustajab, dan boleh juga meminta doa kepada orang yang dikira shalih dan bertakwa.

Jangan Putus Asa

Usaha sudah, doa pun sudah, tetapi belum ada hasil, lalu bagaimana? Waktu tidak berjalan mundur. Setahun, dua tahun bahkan lebih telah berlalu, tetapi mana buahnya? Tak masalah, kembalikan masalah kepada pengaturnya, tidak perlu disergap sikap putus asa. Di balik segala sesuatu terkandung hikmah dari pengaturnya, cobalah untuk lebih bersabar dan berusaha menyingkap hikmah tersebut, siapa tahu ia adalah kebaikan Anda dan semestinya demikian. Wallahu a’lam.

KELUARGA BAHAGIA

Keluarga bahagia bukan rumah tangga yang berlimpah harta. Karena banyaknya harta tidak bisa dijadikan ukuran sebuah kebahagiaan.


Keluarga bahagia juga bukan rumah tangga yang tak pernah mendapat masalah, tak pernah mengalami kesusahan, atau tak pernah terlibat perselisihan.


Tapi keluarga bahagia adalah rumah tangga yang rajin dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai kapasitasnya masing-masing secara istiqamah. Rajin ibadah mahdhahnya. Juga rajin dalam mengerjakan pekerjaannya masing-masing dengan cara yang halal.


Pandai bersyukur atas sekecil apapun rezeki atau nikmat yang didapat.
Serta pandai menghargai sekecil apapun usaha atau pengorbanan pasanganya masing-masing.
Dan tentunya pandai mengingatkan dengan cara yang bijak jika terjadi kelalaian.


Cerdas dalam menyikapi dan menyelesaikan setiap masalah, tanpa menciptakan masalah baru.
Cerdas dalam menciptakan suasana harmonis.
Juga cerdas melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, serta lingkungannya.


Subhanallah...
Ya Allah, jadikanlah kami keluarga-keluar­ga bahagia, baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin

Membentuk sebuah keluarga yang sempurna.

Dalam sebuah keluarga, belum lengkap rasanya kalo belum mendapatkan seorang anak. Dan sebuah keluarga begitu bahagianya saat mendengar berita atau keterangan dari dokter bahwa keluarga tersebut akan mendapatkan anak, karena ibu dalam pasangan keluarga tersebut hamil.


Namun terkadang dalam kegembiraan tersebut mulai dari kehamilan sampai proses kelahiran peran seorang bapak atau calon bapak di lupakan, seolah yang berperan dalam masalah kehamilan dan kelahiran itu adalah calon ibu saja. Hal yang paling baik adalah di mana seorang calon ayah turut menyesuaikan diri dengan situasi,kondisis dan perasaan yang ada untuk mempersiapkan diri menjadi seorang ayah.


Menantikan saat-saat kelahiran adalah waktu dimana suami dan istri menjadi lebih dekat dari saat-saat sebelumnya.Suami harus ikut serta mengikuti setiap detik menegangngkan dan menggemberikan pada saat menjelang kelahiran dan setelah kelahiran. Karena masa ini di pandang bukan hanya msa hegemoni seorang wanita saja. Laki-laki juga mungkin ingin memeplajari dan mengetahui proses persalinan dan bagaiman merawat bayi.



Jika bayi anda akan di lahirkan dirumah sakit maka anda harus mempersiapkan segala sesuatunya termasuk tas dengan segala keperluan yang sekiranya di butuhkan di rumah sakit. Ini harus anda siapkan pada wal bulan kesembilan atau lebih awal lebih baik karena terkadang kelahiran bisa maju dari jadwal atau dari perkiraan.


Pada saat-saat seperti ini di butuhkan sikap mental yang positif serta latihan-latihan yang sesuai dan menunjang untuk persalinan, seperti cara-cara pernapasan saat melahirkan, senam dan sikap yang tenang dalm menghadapi persalinan. Lalu apa yang harus di lakukan suami pada saat istri sedang melakukan persalinan, jika pihak rumah sakit memperbolehklan suami untuk melihat proses persalinan maka duduklah di sebelh dan bantulah sang istri untuk tenang, sabar dan selalu berdoa. Karena sebetulnya kehadiran anda di samping istri anda yang akan melahirkan itu merupakan sebuah kekuatan psikologis bagi istri anda.

Creator: Dina Amalia Nasution